UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9 TAHUN 2004
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986
TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA
NOMOR 9 TAHUN 2004
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986
TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA
DENGAN RAHMAT TUHAN
YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,
Menimbang
|
:
|
a. bahwa
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
bertujuan untuk mewujudkan tata kehidupan bangsa, negara, dan masyarakat,
yang tertib, bersih, makmur, dan berkeadilan;
b. bahwa
Peradilan Tata Usaha Negara merupakan lingkungan peradilan di bawah Mahkamah
Agung sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka, untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan;
c. bahwa
Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan menurut
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
d. bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan
huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara;
|
|
Mengingat
|
:
|
1. Pasal 20,
Pasal 21, Pasal 24, dan Pasal 25 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Lembaran Negara Tahun
1986 Nomor 77; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3344);
3. Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Tahun 2004
Nomor 8; Tambahan Lembaran Negara Nomor 4358);
4. Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985
tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 9; Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4359);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
|
|
Menetapkan
|
:
|
UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986
TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara (Lembaran Negara Tahun 1986 Nomor 77; Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3344) diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan
Pasal 2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2
Tidak
termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara menurut Undang-Undang
ini:
1. Keputusan
Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata;
2. Keputusan
Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum;
3. Keputusan
Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan;
4. Keputusan
Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau peraturan
perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana;
5. Keputusan
Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan
peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
6. Keputusan
Tata Usaha Negara mengenai tata usaha Tentara Nasional Indonesia;
7. Keputusan
Komisi Pemilihan Umum baik di pusat maupun di daerah mengenai hasil pemilihan
umum.
2. Ketentuan
Pasal 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 4
Peradilan
Tata Usaha Negara adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat
pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara.
3. Ketentuan Pasal 6
diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 6
|
|
(1)
(2)
|
Pengadilan Tata Usaha Negara
berkedudukan di ibukota Kabupaten/Kota, dan daerah hukumnya meliputi wilayah Kabupaten/Kota.
Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara berkedudukan di ibukota Provinsi, dan daerah hukumnya meliputi wilayah
Provinsi.
|
||
4. Ketentuan
Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 7
|
|||
(1)
(2)
|
Pembinaan teknis peradilan, organisasi, administrasi, dan finansial
Pengadilan dilakukan oleh Mahkamah Agung.
Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh mengurangi
kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus sengketa Tata Usaha Negara.
|
||
5. Ketentuan Pasal 9 substansi tetap, penjelasan pasal dihapus
sebagaimana tercantum dalam penjelasan Pasal demi Pasal angka 5.
6. Diantara
Pasal 9 dan Pasal 10 disisipkan satu pasal baru yakni Pasal 9A yang berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 9A
Di
lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dapat diadakan pengkhususan yang
diatur dengan undang-undang.
7. Ketentuan
Pasal 12 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut
:
Pasal 12
|
|||
(1)
(2)
|
Hakim Pengadilan adalah pejabat
yang melakukan tugas kekuasaan kehakiman.
Syarat dan tata cara pengangkatan,
pemberhentian, serta pelaksanaan tugas Hakim ditetapkan dalam Undang-Undang
ini.
|
||
8. Ketentuan Pasal 13 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut :
Pasal 13
|
|||
(1)
(2)
|
Pembinaan dan pengawasan umum terhadap Hakim dilakukan oleh Ketua
Mahkamah Agung.
Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak
boleh mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus sengketa Tata
Usaha Negara.
|
||
9.
Ketentuan Pasal 14 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 14
|
|||
(1)
|
Untuk dapat diangkat sebagai calon
Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara, seseorang harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
a. warga negara Indonesia;
b. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa;
c. setia kepada Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
d. sarjana hukum;
e. berumur serendah-rendahnya 25 (dua
puluh lima) tahun;
f. sehat jasmani dan rohani;
g. berwibawa, jujur, adil, dan
berkelakuan tidak tercela; dan
h. bukan bekas anggota organisasi
terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya, atau bukan
orang yang terlibat langsung dalam Gerakan 30 September/Partai Komunis
Indonesia.
|
||
(2)
(3)
|
Untuk dapat diangkat menjadi
Hakim, harus pegawai negeri yang berasal dari calon hakim sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
Untuk dapat diangkat sebagai Ketua
atau Wakil Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara diperlukan pengalaman
sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun sebagai Hakim Pengadilan Tata Usaha
Negara.
|
||
10. Ketentuan Pasal 15 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 15
|
|||
(1)
|
Untuk dapat diangkat menjadi Hakim Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara, seorang Hakim harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. syarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf
d, huruf f, dan huruf h;
b. berumur
serendah-rendahnya 40 (empat puluh) tahun;
c. berpengalaman
sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sebagai Ketua, Wakil Ketua Pengadilan Tata
Usaha Negara, atau 15 (lima belas) tahun sebagai Hakim Pengadilan Tata Usaha
Negara;
d. lulus
eksaminasi yang dilakukan oleh Mahkamah Agung.
|
||
(2)
(3)
|
Untuk dapat diangkat menjadi Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
harus berpengalaman sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sebagai Hakim
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara atau 3 (tiga) tahun bagi Hakim Pengadilan
Tinggi Tata Usaha Negara yang pernah menjabat Ketua Pengadilan Tata Usaha
Negara.
Untuk dapat diangkat menjadi Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara harus berpengalaman sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun sebagai Hakim
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara atau 2 (dua) tahun bagi Hakim Pengadilan
Tinggi Tata Usaha Negara yang pernah menjabat Ketua Pengadilan Tata Usaha
Negara.
|
||
11. Ketentuan Pasal 16 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 16
|
|||
(1)
(2)
|
Hakim Pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul
Ketua Mahkamah Agung.
Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan
diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Mahkamah Agung.
|
||
12. Ketentuan
Pasal 17 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 17
|
|||
(1)
(2)
|
Sebelum memangku jabatannya,
Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim Pengadilan wajib mengucapkan sumpah atau janji
menurut agamanya.
Sumpah atau janji sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut :
Sumpah :
�Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi
kewajiban Hakim dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan
segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti
kepada nusa dan bangsa."
Janji :
"Saya berjanji bahwa saya
dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Hakim dengan sebaik-baiknya
dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan
dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa."
|
||
(3)
(4)
(5)
|
Wakil Ketua dan Hakim Pengadilan
Tata Usaha Negara diambil sumpah atau janjinya oleh Ketua Pengadilan Tata
Usaha Negara.
Wakil Ketua dan Hakim Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara serta Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara diambil sumpah
atau janjinya oleh Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.
Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara diambil sumpah atau janjinya oleh Ketua Mahkamah Agung.
|
||
13. Ketentuan Pasal 18
diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 18
|
|||
(1)
|
Kecuali ditentukan lain oleh atau
berdasarkan undang-undang, Hakim tidak boleh merangkap menjadi:
a. pelaksana putusan pengadilan;
b. wali, pengampu, dan pejabat yang
berkaitan dengan suatu perkara yang diperiksa olehnya;
c.
pengusaha.
|
||
(2)
(3)
|
Hakim tidak boleh merangkap
menjadi advokat.
Jabatan yang tidak boleh dirangkap
oleh Hakim selain jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
|
||
14. Ketentuan Pasal 19
diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 19
|
|||
(1)
|
Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim
Pengadilan diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena :
a.
permintaan
sendiri;
b.
sakit
jasmani atau rohani terus menerus;
c.
telah
berumur 62 (enam puluh dua) tahun bagi Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim
Pengadilan Tata Usaha Negara, dan 65 (enam puluh lima) tahun bagi Ketua,
Wakil Ketua, dan Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara;
d.
ternyata
tidak cakap dalam menjalankan tugasnya.
|
||
(2)
|
Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim
Pengadilan yang meninggal dunia dengan sendirinya diberhentikan dengan hormat
dari jabatannya oleh Presiden.
|
||
15. Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 20
|
|||
(1)
|
Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim Pengadilan diberhentikan tidak dengan
hormat dari jabatannya dengan alasan:
a. dipidana
karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan;
b. melakukan
perbuatan tercela;
c. terus
menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya;
d. melanggar
sumpah atau janji jabatan;
e.
melanggar larangan sebagaimana dimaksudkan dalam
Pasal 18.
|
||
(2)
(3)
|
Pengusulan pemberhentian tidak dengan hormat dengan alasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e dilakukan
setelah yang bersangkutan diberi kesempatan secukupnya untuk membela diri di
hadapan Majelis Kehormatan Hakim.
Ketentuan mengenai pembentukan,
susunan, dan tata kerja Majelis Kehormatan Hakim serta tata cara pembelaan
diri diatur lebih lanjut oleh Ketua Mahkamah Agung.
|
||
16. Ketentuan Pasal 21 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 21
Seorang
Hakim yang diberhentikan dari jabatannya dengan sendirinya diberhentikan
sebagai pegawai negeri.
17. Ketentuan Pasal 22 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 22
|
|||
(1)
(2)
(3)
|
Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim Pengadilan sebelum diberhentikan tidak
dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1), dapat diberhentikan
sementara dari jabatannya oleh Ketua Mahkamah Agung.
Terhadap pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berlaku juga ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2).
Pemberhentian
sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku paling lama 6 (enam)
bulan.
|
||
18. Ketentuan Pasal 26 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 26
Ketua,
Wakil Ketua, dan Hakim Pengadilan dapat ditangkap atau ditahan atas perintah
Jaksa Agung setelah mendapat persetujuan Ketua Mahkamah Agung, kecuali dalam
hal :
a. tertangkap tangan
melakukan tindak pidana kejahatan;
b. disangka telah melakukan
tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati; atau
c. disangka telah melakukan
tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara.
|
|||
19. Ketentuan Pasal 28
diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 28
Untuk dapat diangkat menjadi
Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
a.
warga
negara Indonesia;
b.
bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c.
setia
kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
d.
berijazah
serendah-rendahnya sarjana muda hukum;
e.
berpengalaman
sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sebagai Wakil Panitera, 5 (lima) tahun
sebagai Panitera Muda Pengadilan Tata Usaha Negara, atau menjabat sebagai
Wakil Panitera Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara; dan
f.
sehat jasmani
dan rohani.
|
|||
20. Ketentuan
Pasal 29 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 29
Untuk dapat diangkat menjadi
Panitera Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, seorang calon harus memenuhi
syarat sebagai berikut :
a.
syarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf f;
b.
berijazah
sarjana hukum; dan
c.
berpengalaman
sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sebagai Wakil Panitera, 5 (lima) tahun
sebagai Panitera Muda Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, atau 3 (tiga)
tahun sebagai Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara.
21. Ketentuan Pasal 30
diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 30
Untuk dapat diangkat menjadi Wakil
Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara, seorang calon harus memenuhi syarat
sebagai berikut:
a.
syarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan
huruf f; dan
b.
berpengalaman
sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sebagai Panitera Muda atau 4 (empat) tahun
sebagai Panitera Pengganti Pengadilan Tata Usaha Negara.
22. Ketentuan Pasal 31
diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 31
Untuk dapat diangkat menjadi Wakil
Panitera Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, seorang calon harus memenuhi
syarat sebagai berikut:
a.
syarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf f;
b.
berijazah
sarjana hukum; dan
c.
berpengalaman
sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sebagai Panitera Muda, 5 (lima) tahun
sebagai Panitera Pengganti Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, 3 (tiga)
tahun sebagai Wakil Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara, atau menjabat
sebagai Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara.
23.
Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 32
Untuk dapat diangkat menjadi
Panitera Muda Pengadilan Tata Usaha Negara, seorang calon harus memenuhi
syarat sebagai berikut:
a.
syarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan
huruf f; dan
b.
berpengalaman
sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sebagai Panitera Pengganti Pengadilan Tata
Usaha Negara.
24.
Ketentuan Pasal 33 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 33
Untuk dapat diangkat menjadi
Panitera Muda Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, seorang calon harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
a.
syarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan
huruf f; dan
b.
berpengalaman
sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sebagai Panitera Pengganti Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara, 3 (tiga) tahun sebagai Panitera Muda, 5 (lima) tahun
sebagai Panitera Pengganti Pengadilan Tata Usaha Negara, atau menjabat
sebagai Wakil Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara.
25. Ketentuan Pasal 34
diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 34
Untuk dapat diangkat menjadi
Panitera Pengganti Pengadilan Tata Usaha Negara, seorang calon harus memenuhi
syarat sebagai berikut:
a.
syarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan
huruf f; dan
b.
berpengalaman
sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sebagai pegawai negeri pada Pengadilan Tata
Usaha Negara.
26.
Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 35
Untuk dapat diangkat menjadi
Panitera Pengganti Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, seorang calon harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
a.
syarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan
huruf f; dan
b.
berpengalaman
sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sebagai Panitera Pengganti Pengadilan Tata
Usaha Negara atau 8 (delapan) tahun sebagai pegawai negeri pada Pengadilan
Tinggi Tata Usaha Negara.
27. Ketentuan Pasal 36
diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 36
|
|||
(1)
(2)
(3)
|
Kecuali ditentukan lain oleh atau
berdasarkan undang-undang, Panitera tidak boleh merangkap menjadi wali,
pengampu, dan pejabat yang berkaitan dengan perkara yang di dalamnya ia
bertindak sebagai Panitera.
Panitera tidak boleh merangkap
menjadi advokat.
Jabatan yang tidak boleh dirangkap
oleh Panitera selain jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur lebih lanjut oleh Mahkamah Agung.
|
||
28. Ketentuan Pasal 37
diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 37
Panitera, Wakil Panitera, Panitera
Muda, dan Panitera Pengganti Pengadilan diangkat dan diberhentikan dari
jabatannya oleh Mahkamah Agung.
29. Ketentuan Pasal 38
diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 38
|
|||
(1)
(2)
|
Sebelum memangku jabatannya, Panitera,
Wakil Panitera, Panitera Muda, dan Panitera Pengganti diambil sumpah atau
janji menurut agama nya oleh Ketua Pengadilan yang bersangkutan.
Sumpah atau janji sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut :
�Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya,
untuk memperoleh jabatan ini, langsung atau tidak langsung dengan menggunakan
nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu
kepada siapapun juga.�
�Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau
tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekali-kali akan menerima
langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian.�
�Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, akan setia kepada dan
akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara dan
ideologi negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
dan segala undang-undang serta peraturan perundang-undangan lainnya yang
berlaku bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia.�
�Saya
bersumpah/berjanji bahwa saya, senantiasa akan menjalankan jabatan saya ini
dengan jujur, seksama, dan dengan tidak membedakan orang dan akan berlaku
dalam melaksanakan kewajiban saya sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, seperti
layaknya bagi seorang Panitera, Wakil Panitera, Panitera Muda, Panitera
Pengganti yang berbudi baik dan jujur dalam menegakkan hukum dan keadilan�.
|
||
30. Di antara Pasal 39 dan Bagian
Ketiga Sekretaris disisipkan Bagian Kedua baru yakni Bagian Kedua A Jurusita
yang berisi 5 (lima) pasal yakni Pasal 39A, Pasal 39B, Pasal 39C, Pasal 39D,
dan Pasal 39E sehingga berbunyi sebagai berikut:
Bagian Kedua A
Jurusita
Pasal 39A
Pada setiap Pengadilan Tata Usaha
Negara ditetapkan adanya Jurusita.
Pasal 39B
|
|||
(1)
|
Untuk dapat diangkat menjadi
Jurusita, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. warga negara
Indonesia;
b. bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. setia kepada
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
d. berijazah
serendah-rendahnya Sekolah Menengah Umum;
e. berpengalaman
sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sebagai Jurusita Pengganti; dan
f. sehat jasmani
dan rohani.
|
||
(2)
|
Untuk dapat diangkat menjadi
Jurusita Pengganti, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a.
syarat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan
huruf f; dan
b.
berpengalaman
sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sebagai pegawai negeri pada Pengadilan Tata
Usaha Negara.
Pasal 39C
|
||
(1)
(2)
|
Jurusita Pengadilan Tata Usaha
Negara diangkat dan diberhentikan oleh Mahkamah Agung atas usul Ketua
Pengadilan yang bersangkutan.
Jurusita Pengganti diangkat dan
diberhentikan oleh Ketua Pengadilan yang bersangkutan.
Pasal 39D
|
||
(1)
(2)
|
Sebelum memangku jabatannya,
Jurusita atau Jurusita Pengganti wajib diambil sumpah atau janji menurut
agamanya oleh Ketua Pengadilan yang bersangkutan.
Sumpah atau janji sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut:
�Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya,
untuk memperoleh jabatan saya ini, langsung atau tidak langsung dengan
menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan
barang sesuatu kepada siapapun juga.�
�Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau
tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekali-kali akan menerima
langsung atau tidak langsung dari siapapun juga sesuatu janji atau pemberian.�
�Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, akan setia kepada dan
akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi
negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan segala
undang-undang serta peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi
Negara Kesatuan Republik Indonesia.�
�Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, senantiasa akan
menjalankan jabatan saya ini dengan jujur, seksama, dan dengan tidak
membedakan orang dan akan berlaku dalam melaksanakan kewajiban saya
sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, seperti layaknya bagi seorang Jurusita
atau Jurusita Pengganti yang berbudi baik dan jujur dalam menegakkan hukum
dan keadilan�.
Pasal 39E
|
||
(1)
(2)
(3)
|
Kecuali ditentukan lain oleh atau
berdasarkan undang-undang, Jurusita tidak boleh merangkap menjadi wali,
pengampu, dan pejabat yang berkaitan dengan perkara yang di dalamnya ia
sendiri berkepentingan.
Jurusita tidak boleh merangkap
menjadi advokat.
Jabatan yang tidak boleh dirangkap
oleh Jurusita selain jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
diatur lebih lanjut oleh Mahkamah Agung.
|
||
31. Ketentuan Pasal 42
diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 42
Untuk dapat diangkat menjadi Wakil
Sekretaris Pengadilan Tata Usaha Negara, seorang calon harus memenuhi syarat
sebagai berikut:
a. warga negara Indonesia;
b. bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa;
c. setia kepada Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
d. berijazah
serendah-rendahnya sarjana muda hukum atau sarjana muda administrasi;
e. berpengalaman di bidang
administrasi pengadilan; dan
f. sehat jasmani dan
rohani.
|
|||
32. Ketentuan Pasal 44
diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 44
Wakil Sekretaris Pengadilan
diangkat dan diberhentikan oleh Mahkamah Agung.
33. Ketentuan Pasal 45
diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 45
|
|||
(1)
(2)
|
Sebelum memangku jabatannya,
Sekretaris dan Wakil Sekretaris diambil sumpah atau janji menurut agamanya
oleh Ketua Pengadilan yang bersangkutan.
Sumpah atau janji sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut:
�Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya,
untuk diangkat menjadi Sekretaris/Wakil Sekretaris akan setia dan taat kepada
Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, negara
dan pemerintah.�
�Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan menaati peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang
dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan
tanggungjawab.�
�Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, akan senantiasa
menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan martabat
Sekretaris/Wakil Sekretaris, serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan
negara daripada kepentingan sendiri, seseorang atau golongan.�
�Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, akan memegang rahasia
sesuatu yang menurut sifatnya atau perintah harus saya rahasiakan.�
�Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, akan bekerja dengan
jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan negara.�
|
||
34. Ketentuan Pasal 46
diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 46
|
|||
(1)
(2)
|
Sekretaris Pengadilan bertugas
menyelenggarakan administrasi umum Pengadilan.
Ketentuan mengenai tugas serta
tanggung jawab, susunan organisasi, dan tata kerja Sekretariat diatur lebih
lanjut dengan Keputusan oleh Mahkamah Agung.
|
||
35. Ketentuan Pasal 53
diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 53
|
|||
(1)
|
Orang atau badan hukum perdata
yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara
dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang yang
berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu
dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti
rugi dan/atau direhabilitasi.
|
||
(2)
|
Alasan-alasan yang dapat digunakan
dalam gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a.
Keputusan
Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
b.
Keputusan
Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas umum
pemerintahan yang baik.
|
||
36. Ketentuan Pasal 116
diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 116
|
|||
(1)
(2)
|
Salinan putusan Pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dikirimkan kepada para pihak dengan
surat tercatat oleh Panitera Pengadilan setempat atas perintah Ketua
Pengadilan yang mengadilinya dalam tingkat pertama selambat-lambatnya dalam
waktu 14 (empat belas) hari.
Dalam hal 4 (empat) bulan setelah
putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikirimkan, tergugat tidak melaksanakan kewajibannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf a, Keputusan Tata Usaha
Negara yang disengketakan itu tidak mempunyai kekuatan hukum lagi.
|
||
(3)
|
Dalam hal tergugat ditetapkan
harus melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9)
huruf b dan huruf c, dan kemudian setelah 3 (tiga) bulan ternyata kewajiban
tersebut tidak dilaksanakannya, penggugat mengajukan permohonan kepada Ketua
Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) agar Pengadilan memerintahkan
tergugat melaksanakan putusan Pengadilan tersebut.
|
||
(4)
|
Dalam hal tergugat tidak bersedia
melaksanakan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,
terhadap pejabat yang bersangkutan dikenakan upaya paksa berupa pembayaran
sejumlah uang paksa dan/atau sanksi administratif.
|
||
(5)
|
Pejabat yang tidak melaksanakan
putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diumumkan pada media
massa cetak setempat oleh Panitera sejak tidak terpenuhinya ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
|
||
37. Ketentuan Pasal 118
dihapus.
38.
Di
antara Pasal 143 dan Bab VII Ketentuan Penutup disisipkan satu pasal baru
yakni Pasal 143A, yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 143A
Pada saat Undang-Undang ini mulai
berlaku peraturan perundang-undangan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dan belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini.
39.
Penjelasan
Umum yang menyebut "Pemerintah" dan "Departemen
Kehakiman" diganti menjadi "Ketua Mahkamah Agung."
Pasal II
Undang-Undang ini mulai berlaku
pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar