Minggu, 25 November 2012

Ada perubahan penting dalam mediasi

Ada satu perubahan penting berkenaan dengan mediasi perkara perdata agama, khususnya perkara perceraian, di peradilan agama. Selama ini, keberhasilan mediasi semata-mata diukur dari rukunnya kembali pasangan suami-istri yang bersengketa. Ke depan, mediasi juga dianggap berhasil apabila terdapat kesepakatan mengenai perkara-perkara lain yang berkaitan dengan perkara pokok, meskipun pasangan suami-istri yang bersengketa itu tetap bercerai.
“Dulu istilah keberhasilan mediasi adalah tidak terjadinya perceraian. Kemarin di Rakernas ada pergeseran. Nanti di Buku II akan berubah,” kata Sekretaris Ditjen Badilag Farid Ismail, ketika membuka lokakarya mediasi di Nusa Dua, Bali, kemarin (21/11/2012). Lokakarya ini diselenggarakan Badilag bekerjasama dengan Family Court of Australia dan difasilitasi oleh Australia-Indonesia Partnership for Justice.
Di Rakernas Mahkamah Agung tahun 2012 yang diselenggarakan di Manado beberapa waktu lalu, salah satu yang dikaji Komisi II Bidang Peradilan Agama adalah persoalan mediasi. Dalam bidang teknis yustisial, mengenai hukum formil, dirumuskan bahwa mediasi dalam perkara perceraian yang kumulatif dianggap berhasil walaupun perceraiannya berlanjut. Demikian juga mediasi dalam rekonvensi.
Perkara perceraian, sebagai perkara pokok, ada kalanya dikomulasikan dengan perkara harta bersama dan hak asuh anak. Perkara-perkara yang menyertai perkara pokok itu biasa disebut sebagai perkara assesoir.
Berdasarkan rumusan Rakernas tersebut, berarti keberhasilan mediasi dalam perkara perceraian tidak hanya diukur dari tetap berlanjut atau dicabutnya perkara perceraian sebagai perkara pokok. Mediasi dalam perkara tersebut harus dianggap berhasil, apabila perkara assesoir-nya berhasil dimediasikan.
Hal ini membawa konsekwensi pada masalah pelaporan. Model pelaporan mediasi yang ada sekarang akan dirombak, guna diselaraskan dengan rumusan Rakernas tersebut.
Ke depan laporan pelaksanaan mediasi  memiliki tiga kemungkinan. Pertama, mediasi perkara pokok berhasil, mediasi perkara assesoir gagal. Kedua, mediasi perkara pokok gagal, mediasi perkara assesoir berhasil. Dan ketiga, mediasi perkara pokok gagal, mediasi perkara assesoir gagal.
“Mungkinkah ada pasangan suami-istri yang tidak jadi bercerai, lalu mereka membuat kesepakatan mengenai harta bersama dan hak asuh anak? Itu tidak mungkin. Jadi, kalau mediasi perkara pokok berhasil, mediasi perkara assesoir harus dianggap gagal,” kata M Nur, peserta lokakarya mediasi dari PA Padang Panjang, ketika berbincang dengan badilag.net.
(hermansyah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar