Ada satu perubahan penting berkenaan
dengan mediasi perkara perdata agama, khususnya perkara perceraian, di
peradilan agama. Selama ini, keberhasilan mediasi semata-mata diukur
dari rukunnya kembali pasangan suami-istri yang bersengketa. Ke depan,
mediasi juga dianggap berhasil apabila terdapat kesepakatan mengenai
perkara-perkara lain yang berkaitan dengan perkara pokok, meskipun
pasangan suami-istri yang bersengketa itu tetap bercerai.
“Dulu istilah keberhasilan mediasi
adalah tidak terjadinya perceraian. Kemarin di Rakernas ada pergeseran.
Nanti di Buku II akan berubah,” kata Sekretaris Ditjen Badilag Farid
Ismail, ketika membuka lokakarya mediasi di Nusa Dua, Bali, kemarin
(21/11/2012). Lokakarya ini diselenggarakan Badilag bekerjasama dengan
Family Court of Australia dan difasilitasi oleh Australia-Indonesia
Partnership for Justice.
Di Rakernas Mahkamah Agung tahun 2012
yang diselenggarakan di Manado beberapa waktu lalu, salah satu yang
dikaji Komisi II Bidang Peradilan Agama adalah persoalan mediasi. Dalam
bidang teknis yustisial, mengenai hukum formil, dirumuskan bahwa mediasi
dalam perkara perceraian yang kumulatif dianggap berhasil walaupun
perceraiannya berlanjut. Demikian juga mediasi dalam rekonvensi.
Perkara perceraian, sebagai perkara
pokok, ada kalanya dikomulasikan dengan perkara harta bersama dan hak
asuh anak. Perkara-perkara yang menyertai perkara pokok itu biasa
disebut sebagai perkara assesoir.
Berdasarkan rumusan Rakernas tersebut,
berarti keberhasilan mediasi dalam perkara perceraian tidak hanya diukur
dari tetap berlanjut atau dicabutnya perkara perceraian sebagai perkara
pokok. Mediasi dalam perkara tersebut harus dianggap berhasil, apabila
perkara assesoir-nya berhasil dimediasikan.
Hal ini membawa konsekwensi pada masalah
pelaporan. Model pelaporan mediasi yang ada sekarang akan dirombak,
guna diselaraskan dengan rumusan Rakernas tersebut.
Ke depan laporan pelaksanaan mediasi memiliki tiga kemungkinan. Pertama, mediasi perkara pokok berhasil, mediasi perkara assesoir gagal. Kedua, mediasi perkara pokok gagal, mediasi perkara assesoir berhasil. Dan ketiga, mediasi perkara pokok gagal, mediasi perkara assesoir gagal.
“Mungkinkah ada pasangan suami-istri
yang tidak jadi bercerai, lalu mereka membuat kesepakatan mengenai harta
bersama dan hak asuh anak? Itu tidak mungkin. Jadi, kalau mediasi
perkara pokok berhasil, mediasi perkara assesoir harus dianggap gagal,”
kata M Nur, peserta lokakarya mediasi dari PA Padang Panjang, ketika
berbincang dengan badilag.net.
(hermansyah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar