Zakat
merupakan kewajiban bagi seorang muslim yang mempunyai harta dan
memenuhi nishob. Diantara hikmah membayar zakat adalah membersihkan jiwa
manusia dari kikir, keburukan dan kerakusan terhadap harta, juga
membantu kaum muslimin yang berada dalam keadaan kekurangan.
Rukun
islam yang ketiga ini mencakup di dalamnya hasil pertanian sebagai
harta kaum muslimin yang wajib dikeluarkan zakatnya. Untuk itu, perlu
dibahas pembahasan tentang zakat pertanian ini agar tidak terjadi
kesalahfahaman tentang masalah ini.
Dalil-dalil Adanya Zakat Pertanian:
Firman Alloh subhanahu wa ta’ala :
“Hai
orang-orang yang beriman nafkahkanlah (di jalan Alloh) sebagian dari
hasil usaha kalian yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami
keluarkan dari bumi untuk kalian.” (QS Al-Baqarah : 267).
Juga firman Alloh subhanahu wa ta’ala :
“Dan tunaikanlah haknya pada hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya).” (QS Al-An’am : 141).
Tanaman Dan Buah Yang Wajib Dikeluarkan Zakatnya:
Banyak
orang yang memahami bahwa zakat pada pertanian adalah pada semua jenis
hasil pertanian. Padahal, sebenarnya yang wajib untuk dikeluarkan
zakatnya hanyalah tanaman yang bisa disimpan dan dapat dimakan.
Berkata Syaikh Abdul ‘Adhim Al Badawi[1]
: “Tidaklah diambil zakat kecuali dari tanaman dan buah yang termasuk
dari empat macam berikut ini, yang dijelaskan oleh hadits berikut ini.
Dari Abu Bardah, dari Abu Musa dan Mu’adz:
أَنَّ
رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ بَعَثَهُمَا إِلَى
الْيَمَنِ يُعَلِّمَانِ النَّاسَ أَمْرَ دِيْنِهِمْ, فَأَمَرَهُمْ أَنْ لاَ
يَأْخُذُوْا الصَّدَقَةَ إِلاَّ مِنْ هَذِهِ الأَرْبَعَةِ: الْحِنْطَةُ وَ
الشَّعِيْرُ وَ التَّمَرُ وَ الزَّبِيْبُ
“Bahwasanya Rosululloh mengutus keduanya ke Yaman untuk mengajarkan kepada manusia tentang perkara agama
mereka, kemudian perintahkanlah mereka supaya tidak mengambil sedekah
(zakat), melainkan dari empat: gandum, sya’ir (sejenis gandum), kurma
dan kismis.”[2]
Kemudian
para ulama mengkiyaskan dari empat jenis tanaman tersebut kepada
tanaman-tanaman lainnya dengan kriteria tanaman yang wajib ditunaikan
zakatnya adalah tanaman yang dapat di konsumsi dan dapat disimpan.
Termasuk biji-bijian adalah gandum, kacang tanah, padi, jagung, kedelai
dan apa saja yang bisa disimpan dan dimakan. Sedangkan termasuk
buah-buahan adalah kurma, zaitun dan anggur kering.
Hasil
pertanian yang tidak diberikan zakat adalah buah-buahan secara umum dan
juga sayur mayur, tidak bisa tahan lama ketika disimpan dan mudah
rusak. Sedangkan dalam hadits hanya menerangkan bahwa yang wajib
ditunaikan zakatnya hanya empat hal yaitu gandum, sya’ir, kurma dan
kismis padahal disana di arab tanaman yang dibudidayakan bukan hanya
empat htanaman itu saja. Kalau sekiranya tanaman lainnya wajib
ditunaikan zakatnya maka akan dijelaskan dan tidak mengkhususkan pada
tanaman tersebut.
Berkata
Ibnul Qayyim: “Tidak ada dari petunjuk Rosululloh shollallohu ‘alaihi
wa sallam mengambil zakat dari budak, tidak juga dari bighal[3],
keledai, sayur mayur dan semangka, tidak juga dari makanan pokok dan
buah-buahan yang tidak bisa ditakar dan dapat disimpan kecuali anggur
dan ruthab maka sesungguhnya diambil dari keseluruhannya tanpa dibedakan
antara yang kering dan yang belum kering.”[4]
Berkata Syaikh Abu Bakar Al Jazairi[5]
: “Hanya saja disunnahkan seseorang memberikan sebagian buah-buahan dan
sayur mayur kepada orang-orang miskin dan para tetangga. Karena Alloh
subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Hai
orang-orang yang beriman nafkahkanlah (di jalan Alloh) sebagian dari
hasil usaha kalian yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami
keluarkan dari bumi untuk kalian.” (QS Al-Baqarah : 267).
Nishob Tanaman dan Buah-buahan yang wajib dikeluarkan Zakatnya:
Syarat
wajibnya zakat untuk tanaman dan buah-buahan adalah sebagaimana yang
disebutkan dalam hadits berikut ini, dari Abu Sa’id Al-Khudri
rodhiyallohu ‘anhu dia berkata, telah bersabda Rosululloh shollallohu
‘alaihi wa sallam:
لَيْسَ فِيْمَا دُوْنَ خَمْسَةِ أَوْسُقٍ صَدَقَةٌ
“Tidak ada zakat pada kurma dan biji-bijian yang kurang dari lima wasaq.”
Ukuran
wasaq adalah berupa takaran sebanyak enam puluh sha’, satu sha’ sama
dengan empat mud. Satu mud adalah ukuran berupa takaran dua tangan orang
yang berukuran sedang yaitu takaran sepenuh dua telapak tangan.
Sehingga total volume tanaman yang wajib dizakati adalah nishob sebanyak
1200 mud. Syarat pada buah-buahan dan biji-bijian itu adalah hendaknya
yang sudah menguning atau memerah dan biji-bijian bisa dilepas dari
kulitnya.
Sehingga
hasil panen yang belum mencapai nishobnya, maka tidak ada kewajiban
zakat bagi hasil pertanian tersebut. Dan nishob zakat menggunakan
takaran (volume) bukan timbangan (berat) sehingga semakin besar masa
jenisnya maka semakin berat hasil pertanian yang diperlukan untuk
mencapai nishob.
Syaikh Ibnu Al-Utsaimin rohimahulloh dalam kitabnya Mandhumah ushul fiqhi wa qowaidihi
hal 337 menyebutkan bahwa 5 wasaq sama dengan 300 sho’ nabi shollallohu
alaihi wa sallam dan itu sama dengan 231 sho’ sekarang. Satu sho’ nabi
sama dengan 2.040 gram beras.
Besarnya Zakat Yang Wajib Dikeluarkan:
Besarnya
zakat pertanian tergantung pengairannya, jika diari tanpa alat misalnya
dengan hujan atau diari dengan mengalirkan air dari mata air ataupun
dialiri dari air sungai tanpa memerlukan biaya adalah sepersepuluh dari
hasil panen (10 %) yang telah mencapai nishob. Jadi zakat buah-buahan
dan biji-bijian itu adalah setengah wasaq. Dan apabila buah-buahan atau
biji-bijian itu diari dengan menggunakan alat seperti timba ataupun
memerlukan biaya maka zakatnya adalah seperduapuluh dari hasil panen
(5%) yang telah mencapai nishob atau untuk 5 wasaq berarti seperempat
wasaq.
Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan dari Jabir rodhiyallohu ‘anhu dari Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فِيْمَا سَقَتِ اْلأَنْهَارُ و الْغَيْمِ العُشُوْرُ, وَ فِيْمَا سَقَى بِالسَّانيةِ نِصْفُ الْعُشُوْرِ
“Pada yang diari dari sungai dan mendung (hujan) adalah sepersepuluh dan pada yang diari dengan alat adalah seperduapuluh.”[6]
Dan dari Ibnu Umar rodhiyallohu ‘anhuma bahwasanya Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فِيْمَا سَقَتِ السَّمَاءُ وَ الْعُيُوْنُ أَوْ كَانَ عَثَريًّا العُشْرُ, وَ فِيْمَا سَقَى بِالنضحِ نِصْفُ الْعُشْرِ
“Pada
yang diairi langit, mata air atau yang minum dari akar-akarnya adalah
sepersepuluh, dan pada yang diairi dengan tenaga manusia ialah
seperduapuluh.”[7]
Waktu penunaian zakat.
Penunaian
zakat pertanian dilakukan pada saat memanennya. Pada saat hasil
panennya terkumpul hendaklah dihitung apabila telah mencapai nishob maka
zakat menjadi wajib untuk ditunaikan. Dan apabila belum mencapai nishob
maka tidak ada zakat bagi hasil panen tersebut. Penunaian zakat tidak
usah menunggu waktu satu tahun (haul) karena apa yang keluar dari bumi
termasuk pengecualian dan tidak diperlukan haul.
Syaikh
Jamil Zainu mengatakan: “Syarat wajib zakat (di antaranya) sudah satu
tahun. Yaitu harta yang sudah mencapai nishob itu sudah dimiliki selama
satu tahun, kecuali hasil bumi. Adapun zakat hasil bumi ialah setiap
musim panen.”[8]
Syaikh
Abdul Azhim Al Badawi menjelaskan: “Zakat wajib bagi setiap muslim yang
merdeka (bukan budak), yang memiliki harta mencapai nishob, dan jika
sudah berjalan haulnya selama satu tahun dari harta yang dimiliki
tersebut, kecuali tanaman (hasil pertanian) maka sesungguhnya zakatnya
wajib ditunaikan pada saat memanennya jika mencapai nishob, firman Alloh
subhanahu wa ta’ala:
“Dan tunaikanlah haknya pada hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya).” (QS Al-An’am : 141).[9]
Ibnul
Qayyim menjelaskan hikmah disyariatkan zakat hanya sekali dalam satu
tahun, dan zakat tanaman saat pada saat memanennya saja dengan
mengatakan: “Sesungguh (Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam)
mewajibkan zakat sekali setiap tahun, dan menjadikan haul tanaman dan
buah-buahan ketika sempurnanya dan masak/tuanya. Ini lebih adil
keadaanya, jika kewajibannya setiap bulan atau setiap hari jum’at maka
akan memudharatkan pemilik-pemilik harta.”[10]
Syaikh
Abdul Muhsin Al ‘Abbad menambahkan: “Alloh subhanahu wa ta’ala
mewajibkan zakat pada harta-harta orang-orang kaya (orang yang memenuhi
nishob) dari segi bermanfaatnya zakat tersebut bagi fakir miskin, dan
tidak memudharatkan orang kaya, karena hanya sebagian harta yang mudah
(sedikit) dari harta yang banyak yang telah Alloh subhanahu wa ta’ala
karuniakan kepada orang-orang yang kaya. Alloh subhanahu wa ta’ala
mewajibkan kadar yang sedikit itu, yang tidak berpengaruh bagi orang
kaya mengeluarkannya namun itu bermanfaat bagi fakir miskin yang yang
tidak mempunyai sedikitpun harta dan tidak pula menghasilkannya.”[11]
Berkata
Syaikh Abdullah Al Bassam: “Dan untuk kewajiban zakat syaratnya adalah,
beragama islam, tidak wajib zakat atas orang kafir, sesungguhnya (orang
muslim) akan ditanya tentang zakat, dan akan diadzab bagi orang yang
meninggalkannya. Kedua, syaratnya adalah mencapai nishob. Syarat ketiga
adalah berlangsung selama satu tahun (haul), kecuali dari apa yang
keluar dari bumi (tanaman), haulnya adalah pada waktu memanennya.”[12]
Catatan tambahan.
Syaikh Abu Bakar Al-Jazairi menambahkan[13]:
1. Barangsiapa
yang mengairi tanamannya sekali dengan alat dan sekali tidak dengan
alat maka besar zakatnya ialah tigaperempat dari sepersepuluh. Itulah
yang dikatakan oleh para ulama. Ibnu Qudamah berkata: “Saya tidak
mengetahui perpedaan pendapat di dalamnya.
2. Semua jenis kurma digabung menjadi satu. Jika mencapai nishob maka dizakati dari kurma yang kualitasnya pertengahan.
3. Semua jenis kacang digabung menjadi satu dan jika mencapai nishob maka dizakati.
4. Jenis-jenis
anggur digabung menjadi satu, apabila mencapai nishob maka harus
dizakati. Jika dijual sebelum menjadi anggur kering maka zakatnya
dikeluarkan dari hasil penjualannya, yaitu sepersepuluh atau
seperduapuluhnya sesuai dengan jenis pengairannya.
5. Padi
dan jagung adalah jenis tersendiri. Jadi tidak digabungkan satu sama
lain. Jika masing-masing dari kedua jenis tersebut tidak mencapai nishob
maka tidak terkena kewajiban zakat.
6. Barangsiapa menyewa lahan tanah, menanaminya dan hasilnya mencapai nishob , maka penyewa itu wajib menzakatinya.
7. Barangsiapa
memiliki buah-buahan atau biji-bijian yang telah masak dari sumber
manapun baik hibah atau beli ataupun warisan, ia tidak wajib
menzakatinya karena kewajiban zakat harus dibayar pemberi hibah atau
penjualnya, jika ia memilikinya sebelum masak maka ia wajib
menzakatinya.
8. Barangsiapa yang mempunyai hutang yang menghabiskan seluruh hartanya atau mengurangi nishobnya. Maka ia tidak terkena zakat.
[1] Al Wajiz hal.213.
[2] Ash Shahihah no.879, Hakim (1/401), dan Baihaqi (4/105)
[3] Bighal adalah peranakan antara kuda dan keledai.
[4] Zadul Ma’ad jilid 2 hal.11.
[5] Ensiklopedi Muslim hal. 399
[6] HR. Imam Muslim (2/675/981), Abu Dawud (4/486/1582), An Nasai (5/42).
[7] HR. Imam Bukhari (3/347/1483), Abu Dawud (4/485/1581), Tirmidzi (2/76/635), An Nasai (5/41) dan Ibnu Majah (1/581/1817).
[8] Koreksi Pemahaman Rukun Islam & Iman, hal. 106.
[9] Al Wajiz, hal.212.
[10] Zadul Ma’ad jilid 2 hal. 5.
[11] Atsarul ‘Ibadat fi Hayatil Muslim, hal. 22.
[12] Taisirul ‘Alam, jilid 2 hal. 383.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar