Zakat Perkebunan Kelapa Sawit dan Karet
Dr. Ahmad Zain An Najah, MA
Zakat kelapa sawit dan karet
tidak dijelaskan di dalam al-Qur’an dan hadist, oleh karenanya, para
ulama berbeda pendapat di dalam menyikapinya :
Pendapat Pertama :
Bahwa kelapa sawit dan karet termasuk dalam kategori zakat pertanian,
sebagaimana pendapat Abu Hanifah yang mewajibkan zakat bagi seluruh yang
keluar dari muka bumi, dan tidak disyaratkan haul (berlangsung satu
tahun) dan nishab, artinya sedikit dan banyak harus dizakati.
Dasarnya sebagai berikut :Pertama : Firman Allah :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا
مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ
الْأَرْضِ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ
بِآخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ
غَنِيٌّ حَمِيدٌ
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.
dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan
daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan
dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha
Kaya lagi Maha Terpuji.” (Qs. al-Baqarah : 267)Kedua : Firman Allah :
وَهُوَ الَّذِي أَنْشَأَ جَنَّاتٍ
مَعْرُوشَاتٍ وَغَيْرَ مَعْرُوشَاتٍ وَالنَّخْلَ وَالزَّرْعَ مُخْتَلِفًا
أُكُلُهُ وَالزَّيْتُونَ وَالرُّمَّانَ مُتَشَابِهًا وَغَيْرَ مُتَشَابِهٍ
كُلُوا مِنْ ثَمَرِهِ إِذَا أَثْمَرَ وَآتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ
وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Dan Dialah yang menjadikan
kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma,
tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa
(bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah dari buahnya
(yang bermacam-macam itu) bila Dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di
hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan
janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang
yang berlebih-lebihan.” (Qs. al-An’am : 141)
Ketiga : Sabda Rasulullah :
وَعَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اَللَّهِ, عَنْ
أَبِيهِ, عَنْ اَلنَّبِيِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ: - فِيمَا سَقَتِ
اَلسَّمَاءُ وَالْعُيُونُ, أَوْ كَانَ عَثَرِيًّا: اَلْعُشْرُ, وَفِيمَا
سُقِيَ بِالنَّضْحِ: نِصْفُ اَلْعُشْرِ. - رَوَاهُ اَلْبُخَارِيّ ُ .
وَلِأَبِي دَاوُدَ: - أَوْ كَانَ بَعْلًا: اَلْعُشْرُ, وَفِيمَا سُقِيَ بِالسَّوَانِ ي أَوِ اَلنَّضْحِ: نِصْفُ اَلْعُشْرِ -
“Dari Salim Ibnu Abdullah, dari
ayahnya r.a, bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:
"Tanaman yang disiram dengan air hujan atau dengan sumber air atau
dengan pengisapan air dari tanah, zakatnya sepersepuluh, dan tanaman
yang disiram dengan tenaga manusia, zakatnya seperduapuluh." Riwayat
Bukhari. Menurut riwayat Abu Dawud: "Bila tanaman ba'al (tanaman yang
menyerap air dari tanah), zakatnya sepersepuluh, dan tanaman yang
disiram dengan tenaga manusia atau binatang, zakatnya setengah dari
sepersepuluh (1/20)."
Berdasarkan ayat-ayat dan hadist di
atas, maka kelapa sawit dan karet wajib dikeluarkan zakat darinya setiap
panen berapapun jumlahnya dan tidak perlu menunggu satu tahun.
Adapun jumlah yang harus dizakati adalah
5% jika ada perawatan seperti penyiraman dan pemberian pupuk. Jika
tumbuhnya karena siraman air hujan tanpa ada perawatan yang berarti,
maka zakatnya adalah 10%.
Contoh : Pak Umar mempunyai kebun kelapa
sawit dan hasil panennya sebanyak 30.000 kg dan harga Tanda Buah Segar
(TBS) kelapa sawit yang sudah berumur 10 tahun adalah Rp. 2000,-/ kg.
Maka cara menghitung zakatnya adalah sebagai berikut : Hasil panen
30.000 kg X Rp. 2000,- = Rp. 60.000.000,-. Jadi zakat yang harus
dikeluarkan adalah : Rp.60.000.000,- X 5% (karena menggunakan perairan
sendiri dan pupuk) = Rp. 3.000.000,-
Pendapat Kedua
: Bahwa perkebunan kelapa sawit dan karet tidak termasuk zakat
pertanian, karena tidak disebutkan di dalam hadist dan tidak pula
termasuk makanan pokok. Tetapi jika perkebunan kelapa sawit dan karet
ini dijual, maka termasuk dalam zakat perdagangan dan wajib dikeluarkan
2,5% dari aset yang ada, dengan syarat terpenuhi nishab seharga 85 gram
emas dan berlaku satu tahun.
Contoh : Pak Umar mempunyai kebun
kelapa sawit dan hasil panennya selama satu tahun adalah 30.000 kg,
sedangkan harga Tanda Buah Segar (TBS) kelapa sawit yang sudah berumur
10 tahun adalah Rp. 2000,-/ kg. Nishobnya adalah 85 gram emas =
Rp.42.500.000 Maka cara menghitung zakatnya adalah sebagai berikut :
Hasil panen 30.000 kg X Rp. 2000,- = Rp.60.000.000,-. Artinya bahwa
hasil panen kelapa sawit tersebut sudah terkena zakat karena melebihi
nishob. Jadi zakat yang harus dikeluarkan adalah : Rp.60.000.000,- X 2,5
% = Rp. 1.500.000,- setiap tahunnya.
Kesimpulan
Dari dua pendapat di atas,
kita bisa melihat bahwa pendapat pertama cenderung menguntungkan fakir
miskin dan membebani pemilik harta, sedangkan pendapat kedua lebih
memperhatikan kedua belah pihak, menguntungkan fakir miskin tapi juga
menjaga hak pemilik harta, sehingga terjadi keseimbangan antara
keduanya, dan ini lebih dekat dengan nilai yang terkandung dalam Syariat
Islam. Wallahu A’lam.
Bekasi, 15 Sya’ban 1433 H / 5 Juli 2012 M
Tidak ada komentar:
Posting Komentar