TUGAS KELOMPOK
ILMU KALAM
JABARIYAH DAN
QADARIYAH
Dosen Pembimbing: Amin Shodiq,S.Hi.M.M
Disusun Oleh :
Mayasari
Meti kusuma
Selamet widodo
Titin eka setyawati
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MA’ARIF (STAIMA)
SINTANG
PAI TARBIYAH
TAHUN AKADEMIK
2012/2013
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur
kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas ijinNya juga lah maka
makalah ini dapat terselesaikan. Sholawat dan salam semoga selalu tercurah
kepada junjungan kita, Nabi besar Muhammad SAW, yang membawa perubahan mendasar
pada peradaban di bumi ini sehingga kita menikmat betapa nikmatnya iman Islam.
Tidak lupa kami
ucapkan terima kasih kepada Bapak Amin Shodiq,S.Hi.M.M. selaku
dosen pengampu mata kuliah Ilmu Kalam karena berkat bimbingan beliaulah
penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Jabariyah dan Qadariyah”
ini.Serta para rekan-rekan sekalian yang selalu memberi motivasi sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Meski demikian,kami sangat menyadari
bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan
kekeliruan yang tidak kami sengaja,juga tidak sesempurna yang di harapkan,oleh
karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
dari para pembaca sekalian guna perbaikan makalah ini di kemudian hari. Agar
makalah ini bermanfaat bagi para pembaca sekalian dan bagi perkembangan Ilmu
Pendidikan Agama Islam.
Sintang, April 2013
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata
pengantar …………………………………………………………………………. i
Daftar
isi ……………………………………………………………………………… ii
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang …………………………………………………..……... 1
B.
Rumusan
masalah ………………………….…………………………... 2
C.
Tujuan
penulisan …………………………………………………..... 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Latar belakang lahirnya Jabariyah .........................................................
3
B.
Ajaran-ajaran Jabariyah ........................................................................... 6
C.
Latar belakang lahirnya Qadariyah .........................................................
7
D.
Ajaran-ajaran Qadariyah ......................................................................... 8
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan ............................................................................................ 12
B.
DAFTAR
PUSTAKA
............................................................................ 14
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Persoalan Iman (aqidah) agaknya merupakan aspek utama dalam ajaran Islam
yang didakwahkan oleh Nabi Muhammad. Pentingnnya masalah aqidah ini dalam
ajaran Islam tampak jelas pada misi pertama dakwah Nabi ketika berada di Mekkah.
Pada periode Mekkah ini, persoalan aqidah memperoleh perhatian yang cukup kuat
dibanding persoalan syari’at, sehingga tema sentral dari ayat-ayat al-Quran
yang turun selama periode ini adalah ayat-ayat yang menyerukan kepada masalah
keimanan
Berbicara masalah aliran pemikiran dalam Islam berarti berbicara tentang
Ilmu Kalam. Kalam secara harfiah berarti “kata-kata”. Kaum teolog Islam
berdebat dengan kata-kata dalam mempertahankan pendapat dan pemikirannya
sehingga teolog disebut sebagai mutakallim yaitu ahli debat yang pintar
mengolah kata. Ilmu kalam juga diartikan sebagai teologi Islam atau ushuluddin,
ilmu yang membahas ajaran-ajaran dasar dari agama. Mempelajari teologi akan
memberi seseorang keyakinan yang mendasar dan tidak mudah digoyahkan. Munculnya
perbedaan antara umat Islam. Perbedaan yang pertama muncul dalam Islam bukanlah
masalah teologi melainkan di bidang politik. Akan tetapi perselisihan politik
ini, seiring dengan perjalanan waktu, meningkat menjadi persoalan teologi.
Perbedaan teologis di kalangan umat Islam sejak awal memang dapat mengemuka
dalam bentuk praktis maupun teoritis. Secara teoritis, perbedaan itu demikian
tampak melalui perdebatan aliran-aliran kalam yang muncul tentang berbagai
persoalan. Tetapi patut dicatat bahwa perbedaan yang ada umumnya masih sebatas
pada aspek filosofis diluar persoalan keesaan Allah, keimanan kepada para
rasul, para malaikat, hari akhir dan berbagai ajaran nabi yang tidak mungkin
lagi ada peluang untuk memperdebatkannya. Misalnya tentang kekuasaan Allah dan
kehendak manusia, kedudukan wahyu dan akal, keadilan Tuhan. Perbedaan itu
kemudian memunculkan berbagai macam aliran, yaitu Mu'tazilah, Syiah,
Khawarij,Jabariyah.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Jabariyah dan Qadariyah?
2. Ada berapa berapa ajaran-ajaran Jabariyah?
3. Siapa yang mendirikan ajaran Jabariyah dan Qadariyah?
C.
Tujuan Penulisan.
1. Untuk mengetahui pengertian Jabariyah dan Qadariyah
2. Untuk mengetahui ajaran-ajaran Jabariyah
3. Untuk mengetahui siapa saja tokoh yang mendirikan aliran Jabariyah dan
Qadariyah
BAB II
PEMBAHASAN
a.
ALIRAN JABARIYAH ( FATALISM/PREDESTINATION )
Latar Belakang Lahirnya Jabariyah
Secara bahasa Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung
pengertian memaksa. Di dalam kamus Munjid dijelaskan bahwa nama Jabariyah
berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa dan mengharuskannya
melakukan sesuatu. Salah satu sifat dari Allah adalah al-Jabbar yang berarti
Allah Maha Memaksa. Sedangkan secara istilah Jabariyah adalah menolak
adanya perbuatan dari manusia dan menyandarkan semua perbuatan kepada Allah.
Dengan kata lain adalah manusia mengerjakan perbuatan dalam keadaan terpaksa
(majbur).
Menurut Harun Nasution Jabariyah adalah paham yang menyebutkan bahwa
segala perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh Qadha dan Qadar
Allah. Maksudnya adalah bahwa setiap perbuatan yang dikerjakan manusia tidak
berdasarkan kehendak manusia, tapi diciptakan oleh Tuhan dan dengan
kehendak-Nya, di sini manusia tidak mempunyai kebebasan dalam berbuat, karena
tidak memiliki kemampuan. Ada yang mengistilahlkan bahwa Jabariyah
adalah aliran manusia menjadi wayang dan Tuhan sebagai dalangnya
Adapun mengenai latar belakang lahirnya aliran Jabariyah tidak
adanya penjelelasan yang sarih. Abu Zahra menuturkan bahwa paham ini muncul
sejak zaman sahabat dan masa Bani Umayyah. Ketika itu para ulama membicarakan
tentang masalah Qadar dan kekuasaan manusia ketika berhadapan dengan kekuasaan
mutlak Tuhan. Adapaun tokoh yang mendirikan aliran ini menurut Abu Zaharah dan
al-Qasimi adalah Jahm bin Safwan yang bersamaan dengan munculnya aliran
Qadariayah.
Pendapat yang lain mengatakan bahwa paham ini diduga telah muncul sejak
sebelum agama Islam datang ke masyarakat Arab. Kehidupan bangsa Arab yang
diliputi oleh gurun pasir sahara telah memberikan pengaruh besar dalam cara
hidup mereka. Di tengah bumi yang disinari terik matahari dengan air yang
sangat sedikit dan udara yang panas ternyata dapat tidak memberikan kesempatan
bagi tumbuhnya pepohonan dan suburnya tanaman, tapi yang tumbuh hanya rumput
yang kering dan beberapa pohon kuat untuk menghadapi panasnya musim serta
keringnya udara
Harun Nasution menjelaskan bahwa dalam situasi demikian masyarakat arab
tidak melihat jalan untuk mengubah keadaan disekeliling mereka sesuai dengan
kehidupan yang diinginkan. Mereka merasa lemah dalam menghadapi
kesukaran-kesukaran hidup. Artinya mereka banyak tergantung dengan Alam, sehingga
menyebabakan mereka kepada paham fatalisme.
Terlepas dari perbedaan pendapat tentang awal lahirnya aliran ini, dalam
Alquran sendiri banyak terdapat ayat-ayat yeng menunjukkan tentang latar
belakang lahirnya paham Jabariyah, diantaranya:
a. QS ash-Shaffat: 96
والله خلقكم وما تعملو
“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang
kamu perbuat itu".
b. QS al-Anfal: 17
فلم تقتلوهم ولكن الله قتلهموما
رمىت اذ رمىت ولكن الله رمى مليبلي المؤمنين منه بلاء حسنا ان الله سميع عليم
“ Maka (yang sebenarnya) bukan kamu
yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu
yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah
berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada
orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha
mendengar lagi Maha mengetahui.”
c. QS al-Insan: 30
وما تشاء ون الا ان يشاء
الله اب الله كان عليما حكيما
Artinya : “Dan kamu
tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya
Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Selain ayat-ayat Alquran di atas benih-benih faham al-Jabar juga dapat
dilihat dalam beberapa peristiwa sejarah:
a.
Suatu ketika Nabi menjumpai sahabatnya yang sedang bertengkar dalam masalah
Takdir Tuhan, Nabi melarang mereka untuk memperdebatkan persoalan tersebut,
agar terhindar dari kekeliruan penafsiran tentang ayat-ayat Tuhan mengenai
takdir.
b.
Khalifah Umar bin al-Khaththab pernah menangkap seorang pencuri. Ketika
diintrogasi, pencuri itu berkata "Tuhan telah menentukan aku
mencuri". Mendengar itu Umar kemudian marah sekali dan menganggap orang
itu telah berdusta. Oleh karena itu Umar memberikan dua jenis hukuman kepada
orang itu, yaitu: hukuman potongan tangan karena mencuri dan hukuman dera
karena menggunakan dalil takdir Tuhan.
c.
Ketika Khalifah Ali bin Abu Thalib ditanya tentang qadar Tuhan dalam kaitannyadengan
siksa dan pahala. Orang tua itu bertanya,"apabila perjalanan (menuju
perang siffin) itu terjadi dengan qadha dan qadar Tuhan, tidak ada pahala
sebagai balasannya. Kemudian Ali menjelaskannya bahwa Qadha dan Qadha Tuhan
bukanlah sebuah paksaan. Pahala dan siksa akan didapat berdasarkan atas amal
perbuatan manusia. Kalau itu sebuah paksaan, maka tidak ada pahala dan siksa,
gugur pula janji dan ancaman Allah, dan tidak pujian bagi orang yang baik dan
tidak ada celaan bagi orang berbuat dosa.
d.
Adanya paham Jabar telah mengemuka
kepermukaan pada masa Bani Umayyah yang tumbuh berkembang di Syiria.
Di samping adanya bibit pengaruh faham jabar yang telah muncul dari
pemahaman terhadap ajaran Islam itu sendiri. Ada sebuah pandangan mengatakan
bahwa aliran Jabar muncul karena adanya pengaruh dari dari pemikriran asing,
yaitu pengaruh agama Yahudi bermazhab Qurra dan agama Kristen bermazhab Yacobit.
Dengan demikian, latar belakang lahirnya aliran Jabariyah dapat
dibedakan kedalam dua factor, yaitu factor yang berasal dari pemahaman
ajaran-ajaran Islam yang bersumber dari Alquran dan Sunnah, yang mempunyai
paham yang mengarah kepada Jabariyah. Lebih dari itu adalah adanya
pengaruh dari luar Islam yang ikut andil dalam melahirkan aliran ini.
Adapun yang menjadi dasar munculnya paham ini adalah sebagai reaksi dari
tiga perkara: pertama, adanya paham Qadariyah, keduanya, telalu
tekstualnya pamahaman agama tanpa adanya keberanian menakwilkan dan ketiga
adalah adanya aliran salaf yang ditokohi Muqatil bin Sulaiman yang berlebihan
dalam menetapkan sifat-sifat Tuhan sehingga membawa kepada Tasybih.
c.
Ajaran-ajaran Jabariyah
Adapun ajaran-ajaran Jabariyah dapat dibedakan menjadi dua kelompok,
yaitu ekstrim dan moderat.
Pertama, aliran ekstrim. Di antara tokoh adalah Jahm bin Shofwan dengan
pendapatnya adalah bahwa manusia tidak mempu untuk berbuat apa-apa. Ia tidak
mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan.
Pendapat Jahm tentang keterpaksaan ini lebih dikenal dibandingkan dengan
pendapatnya tentang surga dan neraka, konsep iman, kalam Tuhan, meniadakan
sifat Tuhan, dan melihat Tuhan di akherat. Surga dan nerka tidak kekal, dan
yang kekal hanya Allah. Sedangkan iman dalam pengertianya adalah ma'rifat atau
membenarkan dengan hati, dan hal ini sama dengan konsep yang dikemukakan oleh
kaum Murjiah. Kalam Tuhan adalah makhluk. Allah tidak mempunyai
keserupaan dengan manusia seperti berbicara, mendengar, dan melihat, dan Tuhan
juga tidak dapat dilihat dengan indera mata di akherat kelak. Aliran ini
dikenal juga dengan nama al-Jahmiyyah atau Jabariyah Khalisah.
Ja'ad bin Dirham, menjelaskan tentang ajaran pokok dari Jabariyah
adalah Alquran adalah makhluk dan sesuatu yang baru dan tidak dapat disifatkan
kepada Allah. Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk, seperti
berbicara, melihat dan mendengar. Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala hal.
Dengan demikian ajaran Jabariyah yang ekstrim mengatakan bahwa
manusia lemah, tidak berdaya, terikat dengan kekuasaan dan kehendak Tuhan,
tidak mempunyai kehendak dan kemauan bebas sebagaimana dimilki oleh paham Qadariyah.
Seluruh tindakan dan perbuatan manusia tidak boleh lepas dari scenario dan
kehendak Allah. Segala akibat, baik dan buruk yang diterima oleh manusia dalam
perjalanan hidupnya adalah merupakan ketentuan Allah.
Kedua, ajaran Jabariyah yang moderat adalah Tuhan menciptakan
perbuatan manusia, baik itu positif atau negatif, tetapi manusia mempunyai
bagian di dalamnya. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek
untuk mewujudkan perbuatannya. Manusia juga tidak dipaksa, tidak seperti wayang
yang dikendalikan oleh dalang dan tidak pula menjadi pencipta perbuatan, tetapi
manusia memperoleh perbuatan yang diciptakan tuhan. Tokoh yang berpaham seperti
ini adalah Husain bin Muhammad an-Najjar yang mengatakan bahwa Tuhan
menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil bagian atau
peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu dan Tuhan tidak dapat dilihat di
akherat. Sedangkan adh-Dhirar (tokoh jabariayah moderat lainnya) pendapat bahwa
Tuhan dapat saja dilihat dengan indera keenam dan perbuatan dapat ditimbulkan
oleh dua pihak.
D. ALIRAN QADARIYAH ( FREE WILL AND FREE ACT (
Latar Belakang Lahirnya Aliran Qadariyah
Pengertian Qadariyah secara etomologi, berasal dari bahasa Arab,
yaitu qadara yang bemakna kemampuan dan kekuatan. Adapun secara termenologi
istilah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak
diinrvensi oleh Allah. Aliran-aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang
adalah pencipta bagi segala perbuatannya, ia dapat berbuat sesuatu atau
meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Aliran ini lebih menekankan atas
kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan perbutan-perbutannya. Harun
Nasution menegaskan bahwa aliran ini berasal dari pengertian bahwa manusia
mempunyai kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari
pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan.
Menurut Ahmad Amin sebagaimana dikutip oleh Dr. Hadariansyah, orang-orang
yang berpaham Qadariyah adalah mereka yang mengatakan bahwa manusia
memiliki kebebasan berkehendak dan memiliki kemampuan dalam melakukan
perbuatan. Manusia mampu melakukan perbuatan, mencakup semua perbuatan, yakni
baik dan buruk.
Sejarah lahirnya aliran Qadariyah tidak dapat diketahui secara pasti
dan masih merupakan sebuah perdebatan. Akan tetepi menurut Ahmad Amin, ada
sebagian pakar teologi yang mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali
dimunculkan oleh Ma’bad al-Jauhani dan Ghilan ad-Dimasyqi sekitar tahun 70
H/689M.
Ibnu Nabatah menjelaskan dalam kitabnya, sebagaimana yang dikemukakan oleh
Ahmad Amin, aliran Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh orang Irak
yang pada mulanya beragama Kristen, kemudian masuk Islam dan kembali lagi ke
agama Kristen. Namanya adalah Susan, demikian juga pendapat Muhammad Ibnu
Syu’ib. Sementara W. Montgomery Watt menemukan dokumen lain yang menyatakan
bahwa paham Qadariyah terdapat dalam kitab ar-Risalah dan ditulis untuk
Khalifah Abdul Malik oleh Hasan al-Basri sekitar tahun 700M.
Ditinjau dari segi politik kehadiran mazhab Qadariyah sebagai
isyarat menentang politik Bani Umayyah, karena itu kehadiran Qadariyah
dalam wilayah kekuasaanya selalu mendapat tekanan, bahkan pada zaman Abdul
Malik bin Marwan pengaruh Qadariyah dapat dikatakan lenyap tapi hanya
untuk sementara saja, sebab dalam perkembangan selanjutnya ajaran Qadariyah
itu tertampung dalam Muktazilah.
d. Ajaran-ajaran Qadariyah
Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghalian tentang ajaran Qadariyah
bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbutannya. Manusia sendirilah yang
melakukan perbuatan baik atas kehendak dan kekuasaan sendiri dan manusia
sendiri pula yang melakukan atau menjauhi perbuatan-perbutan jahat atas kemauan
dan dayanya sendiri. Tokoh an-Nazzam menyatakan bahwa manusia hidup mempunyai
daya, dan dengan daya itu ia dapat berkuasa atas segala perbuatannya.
Dengan demikian bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya
sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatan atas
kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu,
ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak
pula memperoleh hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya. Ganjaran kebaikan di
sini disamakan dengan balasan surga kelak di akherat dan ganjaran siksa dengan
balasan neraka kelak di akherat, itu didasarkan atas pilihan pribadinya
sendiri, bukan oleh takdir Tuhan. Karena itu sangat pantas, orang yang berbuat
akan mendapatkan balasannya sesuai dengan tindakannya.
Faham takdir yang dikembangkan oleh Qadariyah berbeda dengan konsep
yang umum yang dipakai oleh bangsa Arab ketika itu, yaitu paham yang mengatakan
bahwa nasib manusia telah ditentukan terlebih dahulu. Dalam perbuatannya,
manusia hanya bertindak menurut nasib yang telah ditentukan sejak azali
terhadap dirinya. Dengan demikian takdir adalah ketentuan Allah yang
diciptakan-Nya bagi alam semesta beserta seluruh isinya, sejak azali, yaitu
hokum yang dalam istilah Alquran adalah sunnatullah.
Secara alamiah sesungguhnya manusia telah memiliki takdir yang tidak dapat
diubah. Manusia dalam demensi fisiknya tidak dapat bebruat lain, kecuali
mengikuti hokum alam. Misalnya manusia ditakdirkan oleh Tuhan tidak mempunyai
sirip seperti ikan yang mampu berenang di lautan lepas. Demikian juga manusia
tidak mempunyai kekuatan seperti gajah yang mampu membawa barang seratus
kilogram.
Dengan pemahaman seperti ini tidak ada alasan untuk menyandarkan perbuatan
kepada Allah. Di antara dalil yang mereka gunakan adalah banyak ayat-ayat
Alquran yang berbicara dan mendukung paham itu :
بما تعملون بصير
Artinya : “Kerjakanlah apa yang kamu kehendaki sesungguhnya Ia melihat apa
yang kamu perbuat”. (QS. Fush-Shilat : 40).
وقل الحق من ربكم فمن شاء فليؤمن ومن شاء فليكفر
Artinya : “Katakanlah kebenaran dari Tuhanmu, barang siapa yang mau beriman
maka berimanlah dan barang siapa yang mau kafir maka kafirlah”. (QS. Al-Kahfi :
29).
او لما اصا بتكم مصيبة قد اصبتم مثليها قلتم انى هذا قل هو من عند انفسكم ان
الله على كلى شيء قدير
Artinya : “dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud),
Padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu
(pada peperangan Badar), kamu berkata: "Darimana datangnya (kekalahan)
ini?" Katakanlah: "Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri".
Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS.Ali Imran :165)
ان الله لا يغير ما بقوم حتى يغير وا ما بانفسهم
Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga
mereka merobah keadaan[Tuhan tidak akan merobah Keadaan mereka, selama mereka
tidak merobah sebab-sebab kemunduran mereka.] yang ada pada diri mereka
sendiri”. (QS.Ar-R’d :11)
e. Refleksi Faham Qadariyah dan Jabariyah : Sebuah
Perbandingan tentang Musibah
Dalam paham Jabariyah, berkaitan dengan perbuatannya, manusia
digambarkan bagai kapas yang melayang di udara yang tidak memiliki sedikit pun
daya untuk menentukan gerakannya yang ditentukan dan digerakkan oleh arus
angin. Sedang yang berpaham Qadariyah akan menjawab, bahwa perbuatan
manusia ditentukan dan dikerjakan oleh manusia, bukan Allah. Dalam paham Qadariyah,
berkaitan dengan perbuatannya, manusia digambarkan sebagai berkuasa penuh untuk
menentukan dan mengerjakan perbuatannya.
Pada perkembangan selanjutnya, paham Jabariyah disebut juga sebagai
paham tradisional dan konservatif dalam Islam dan paham Qadariyah
disebut juga sebagai paham rasional dan liberal dalam Islam. Kedua paham
teologi Islam tersebut melandaskan diri di atas dalil-dalil naqli (agama) -
sesuai pemahaman masing-masing atas nash-nash agama (Alquran dan hadits-hadits
Nabi Muhammad) - dan aqli (argumen pikiran). Di negeri-negeri kaum Muslimin,
seperti di Indonesia, yang dominan adalah paham Jabariyah. Orang Muslim
yang berpaham Qadariyah merupakan kalangan yang terbatas atau hanya
sedikit dari mereka.
Kedua paham itu dapat dicermati pada suatu peristiwa yang menimpa dan
berkaitan dengan perbuatan manusia, misalnya, kecelakaan pesawat terbang. Bagi
yang berpaham Jabariyah biasanya dengan enteng mengatakan bahwa
kecelakaan itu sudah kehendak dan perbuatan Allah. Sedang, yang berpaham Qadariyah
condong mencari tahu di mana letak peranan manusia pada kecelakaan itu.
Kedua paham teologi Islam tersebut membawa efek masing-masing. Pada paham Jabariyah
semangat melakukan investigasi sangat kecil, karena semua peristiwa dipandang
sudah kehendak dan dilakukan oleh Allah. Sedang, pada paham Qadariyah,
semangat investigasi amat besar, karena semua peristiwa yang berkaitan dengan
peranan (perbuatan) manusia harus dipertanggungjawabkan oleh manusia melalui
suatu investigasi.
Dengan demikian, dalam paham Qadariyah, selain manusia dinyatakan
sebagai makhluk yang merdeka, juga adalah makhluk yang harus bertanggung jawab
atas perbuatannya. Posisi manusia demikian tidak terdapat di dalam paham Jabariyah.
Akibat dari perbedaan sikap dan posisi itu, ilmu pengetahuan lebih pasti
berkembang di dalam paham Qadariyah ketimbang Jabariyah.
Dalam hal musibah gempa dan tsunami baru-baru ini, karena menyikapinya
sebagai kehendak dan perbuatan Allah, bagi yang berpaham Jabariyah,
sudah cukup bila tindakan membantu korban dan memetik "hikmat" sudah
dilakukan.
Sedang hikmat yang dimaksud hanya berupa pengakuan dosa-dosa dan hidup
selanjutnya tanpa mengulangi dosa-dosa. Sedang bagi yang berpaham Qadariyah,
meski gempa dan tsunami tidak secara langsung menunjuk perbuatan manusia, namun
mengajukan pertanyaan yang harus dijawab : adakah andil manusia di dalam
"mengganggu" ekosistem kehidupan yang menyebabkan alam
"marah" dalam bentuk gempa dan tsunami? Untuk itu, paham Qadariyah
membenarkan suatu investigasi (pencaritahuan), misalnya, dengan memotret lewat
satelit kawasan yang dilanda musibah.
BABIII
KESIMPULAN
Menurut penulis solusi terhadap pandangan aliran Jabariyah dan Qodariyah
yaitu bahwa manusia benar-benar memiliki kebebasan berkehendak dan karenanya ia
akan dimintai pertanggungjawaban atas keputusannya, meskipun demikian keputusan
tersebut pada dasarnya merupakan pemenuhan takdir (ketentuan) yang telah
ditentukan. Dengan kata lain, kebebasan berkehendak manusia tidak dapat
tercapai tanpa campur tangan Allah SWT, seperti seseorang yang ingin membuat
meja, kursi atau jendela tidak akan tercapai tanpa adanya kayu sementara kayu
tersebut yang membuat adalah Allah SWT. Dalam masalah Iman dan Kufur ajaran Jabariyah
yang begitu lemah tetap bisa diberlakukan secara temporal, terutama dalam
langkah awal menyampaikan dakwah Islam sehingga dapat merangkul berbagai
golongan Islam yang masih memerlukan pengayoman. Di samping itu pendapat-pendapat
Jabariyah sebenarnya didasarkan karena kuatnya iman terhadap qudrot dan
irodat Allah SWT, ditambah pula dengan sifat wahdaniat-Nya.
Sementara bagi Qodariyah manusia adalah pelaku kebaikan dan juga
keburukan, keimanan dan juga kekufuran, ketaatan dan juga ketidaktaatan. Dari
keterangan ajaran-ajaran Jabariyah dan Qodariyah tersebut di atas
yang terpenting harus kita pahami bahwa mereka (Jabariyah dan Qodariyah)
mengemukakan alasan-alasan dan dalil-dalil serta pendapat yang demikian itu
dengan maksud untuk menghindarkan diri dari bahaya yang akan menjerumuskan
mereka ke dalam kesesatan beragama dan mencapai kemuliaan dan kesucian Allah
SWT dengan sesempurna-sempurnanya. Penghindaran itu pun tidak mutlak dan tidak
selama-lamanya, bahkan jika dirasanya akan berbahaya pula, mereka pun tentu
akan mencari jalan dan dalil-dalil lain yang lebih tepat. Demikian makalah dari
kami yang berjudul “Jabariyah dan Qodariyah” kritik dan saran yang
konstruktif sangat kami harapkan demi perbaikan di masa mendatang.
Sebagai penutup dalam makalah ini. Kedua aliran, baik Qadariyah
ataupun Jabariyah nampaknya memperlihatkan paham yang saling
bertentangan sekalipun mereka sama-sama berpegang pada Alquran. Hal ini
menunjukkan betapa terbukanya kemungkinan perbedaan pendapat dalam Islam.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Anwar, Rosihan, Ilmu
Kalam, (Bandung: Puskata Setia, 2006),
Tidak ada komentar:
Posting Komentar