UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5
TAHUN 2004
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG
MAHKAMAH AGUNG
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan
yang merdeka yang dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan
yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan
agama, lingkungan peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha
negara, serta oleh sebuah Mahkamah Konstitusi; b. bahwa Mahkamah Agung
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 sudah tidak sesuai
lagi dengan perkembangan masyarakat dan ketatanegaraan menurut Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; c. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk
Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung;
Mengingat : 1. Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24, Pasal 24A,
Pasal 24B, dan Pasal 25 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945; 2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4358); 3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316); Dengan Persetujuan
Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG. Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985
tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316) diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga
berbunyi sebagai berikut: Pasal 1
Mahkamah Agung adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. 2. Ketentuan Pasal 4 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut: Pasal 4
(1)
(2)
(3) Susunan Mahkamah Agung terdiri atas pimpinan, hakim anggota,
panitera, dan seorang sekretaris.
Pimpinan dan hakim anggota Mahkamah Agung adalah hakim
agung. Jumlah hakim agung paling banyak 60 (enam puluh) orang.
3. Ketentuan Pasal 5 diubah
sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5
(1)
(2)
Pimpinan Mahkamah Agung terdiri atas seorang
ketua, 2 (dua) wakil ketua, dan beberapa orang
ketua muda. Wakil Ketua Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas wakil ketua bidang yudisial dan wakil ketua bidang non-yudisial.
(3)
(4)
Wakil ketua bidang yudisial membawahi ketua muda perdata,
ketua muda pidana, ketua muda agama, ketua muda militer, dan ketua muda tata
usaha negara. Pada setiap pembidangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Mahkamah Agung dapat melakukan pengkhususan bidang hukum tertentu yang diketuai
oleh ketua muda. (5)
(6) Wakil ketua bidang non-yudisial membawahi ketua muda pembinaan
dan ketua muda pengawasan.
Masa jabatan Ketua, Wakil Ketua, dan Ketua Muda Mahkamah Agung
selama 5 (lima) tahun. 4. Ketentuan Pasal 7
diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 7
(1)
(2)
(3) Untuk dapat diangkat menjadi hakim agung seorang calon harus
memenuhi syarat:
warga negara Indonesia;
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di bidang hukum;
c. berusia sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun;
d. sehat jasmani dan rohani;
e. berpengalaman sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) tahun menjadi hakim termasuk sekurang-kurangnya
b. berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di bidang hukum;
c. berusia sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun;
d. sehat jasmani dan rohani;
e. berpengalaman sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) tahun menjadi hakim termasuk sekurang-kurangnya
3 (tiga) tahun menjadi hakim tinggi.
<ber>
Apabila dibutuhkan, hakim agung dapat diangkat tidak
berdasarkan sistem karier dengan syarat:
a. memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, huruf b, huruf d, dan huruf e;
b. berpengalaman dalam profesi hukum dan/atau akademisi hukum sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun;
c. berijazah magister dalam ilmu hukum dengan dasar sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di bidang hukum;
d. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
b. berpengalaman dalam profesi hukum dan/atau akademisi hukum sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun;
c. berijazah magister dalam ilmu hukum dengan dasar sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di bidang hukum;
d. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
Pada Mahkamah Agung dapat diangkat hakim ad hoc yang diatur dalam undang-undang.
5.
Ketentuan Pasal 8 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 8
(1)
(2)
(3) Hakim
agung diangkat oleh Presiden dari nama calon yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Calon hakim agung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih
Dewan Perwakilan Rakyat dari nama calon yang diusulkan oleh Komisi Yudisial.
Pemilihan calon hakim agung sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilakukan paling lama 14 (empat belas) hari sidang sejak nama calon
diterima Dewan Perwakilan Rakyat. (4)
(5)
(6) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim
agung dan diangkat oleh Presiden.
Ketua Muda Mahkamah Agung diangkat oleh Presiden di antara
hakim agung yang diajukan oleh Ketua Mahkamah Agung. Keputusan Presiden
mengenai pengangkatan Hakim Agung, Ketua dan Wakil Ketua, dan Ketua Muda
Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (4), dan ayat (5)
ditetapkan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak pengajuan
calon diterima Presiden.
6. Ketentuan Pasal 9 diubah sehingga berbunyi
sebagai berikut: Pasal 9
(1)
(2)
(3)
(4) Sebelum memangku jabatannya, hakim agung wajib mengucapkan
sumpah atau janji menurut agamanya.
Sumpah atau janji hakim agung sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berbunyi sebagai berikut:
Sumpah:
”Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi
kewajiban hakim dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan
segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada
nusa dan bangsa.”
Janji :
“Saya berjanji bahwa saya dengan sungguh-sungguh akan
memenuhi kewajiban hakim dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang
teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan
segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada
nusa dan bangsa.”
Ketua, Wakil Ketua, dan Ketua Muda Mahkamah Agung
mengucapkan sumpah atau janji di hadapan Presiden. Hakim Anggota Mahkamah Agung
diambil sumpah atau janjinya oleh Ketua Mahkamah Agung.
7. Ketentuan Pasal 11 diubah
sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 11
(1)
(2) Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Anggota Mahkamah Agung
diberhentikan dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden atas usul Ketua
Mahkamah Agung karena:
a. meninggal dunia; b. telah berumur
65 (enam puluh lima) tahun; c. permintaan sendiri; d.
sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus; atau e. ternyata
tidak cakap dalam menjalankan tugasnya. Dalam hal hakim agung telah berumur 65
(enam puluh lima) tahun, dapat diperpanjang sampai dengan 67 (enam puluh tujuh)
tahun, dengan syarat mempunyai prestasi kerja luar biasa serta sehat jasmani
dan rohani berdasarkan keterangan dokter.
8. Ketentuan Pasal 12 diubah
sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 12
(1) Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim
Anggota Mahkamah Agung diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya oleh
Presiden atas usul Mahkamah Agung dengan alasan:
a. dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana
yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
b. melakukan perbuatan tercela;
(2)
(3) c. terus-menerus
melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya;
d. melanggar sumpah atau janji jabatan; atau e.
melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.
Pengusulan pemberhentian tidak dengan hormat dengan alasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e dilakukan setelah yang
bersangkutan diberi kesempatan secukupnya untuk membela diri di hadapan Majelis
Kehormatan Mahkamah Agung. Ketentuan mengenai pembentukan, susunan, dan tata
kerja Majelis Kehormatan Mahkamah Agung diatur Mahkamah Agung.
9. Ketentuan Pasal 13 diubah
sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 13
(1)
(2) Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Anggota
Mahkamah Agung sebelum diberhentikan tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 ayat (1) dapat diberhentikan sementara dari jabatannya oleh
Presiden atas usul Mahkamah Agung. Terhadap pengusulan pemberhentian sementara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 ayat (2).
10. Ketentuan Pasal 18 diubah
sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 18
Pada Mahkamah Agung ditetapkan adanya kepaniteraan yang
dipimpin oleh seorang panitera yang dibantu oleh beberapa orang panitera muda
dan beberapa orang panitera pengganti. 11. Ketentuan
Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 19
Ketentuan mengenai susunan organisasi, tugas, tanggung
jawab, dan tata kerja kepaniteraan Mahkamah Agung ditetapkan dengan Keputusan
Presiden atas usul Mahkamah Agung. 12. Ketentuan Pasal
20 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 20
(1)
(2) Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Mahkamah Agung, seorang
calon harus memenuhi syarat :
a. warga negara Indonesia;
b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai
keahlian di bidang hukum; dan
d. berpengalaman sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sebagai
panitera muda pada Mahkamah Agung dan sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun
sebagai panitera pada pengadilan tingkat banding.
Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Muda Mahkamah
Agung, seorang calon harus memenuhi syarat:
a. sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan
huruf c; dan
b. berpengalaman sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sebagai
panitera pengadilan tingkat banding dan 5 (lima) tahun sebagai panitera
pengadilan tingkat pertama.
(3) Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Pengganti Mahkamah
Agung, seorang calon harus memenuhi syarat:
a. sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan
huruf c; dan
b. berpengalaman sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun
sebagai pegawai negeri sipil di bidang teknis perkara pada Mahkamah Agung.
13. Ketentuan Pasal 21
diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 21
Panitera Mahkamah Agung diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung. 14. Ketentuan Pasal
22 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 22
Sebelum memangku jabatannya, Panitera Mahkamah Agung diambil
sumpah atau janjinya oleh Ketua Mahkamah Agung. Diantara Pasal 24 dan
Bagian Keempat disisipkan 1 (satu) pasal baru yakni Pasal 24A, yang berbunyi
sebagai berikut: Pasal 24A
(1)
(2) Panitera, panitera muda dan panitera pengganti pada Mahkamah
Agung diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena :
a. meninggal dunia;
b. mencapai usia pensiun sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
c. permintaan sendiri;
d. sakit jasmani atau rohani secara
terus-menerus; atau
e. ternyata tidak cakap dalam menjalankan
tugasnya.
Panitera, panitera muda, dan panitera pengganti pada
Mahkamah Agung diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya dengan alasan:
a. dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana
yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
b. melakukan perbuatan tercela;
c. terus-menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan
tugas pekerjaannya; atau
d. melanggar sumpah atau janji jabatan.
16. Bab II Bagian Keempat tentang Sekretaris Jenderal Mahkamah Agung diubah
menjadi tentang Sekretaris Mahkamah Agung.
17. Ketentuan Pasal 25 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut: Pasal 25
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6) Pada Mahkamah Agung ditetapkan adanya sekretariat yang
dipimpin oleh seorang Sekretaris Mahkamah Agung. Sekretaris Mahkamah Agung
diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung. Pada
Sekretariat Mahkamah Agung dibentuk beberapa direktorat jenderal dan badan yang
dipimpin oleh beberapa direktur jenderal dan kepala badan. Direktur jenderal
dan kepala badan diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Ketua
Mahkamah Agung. Sebelum memangku jabatannya, direktur jenderal dan kepala badan
diambil sumpah atau janjinya oleh Ketua Mahkamah Agung. Ketentuan mengenai
susunan organisasi, tugas, tanggung jawab, dan tata kerja sekretariat dan badan
pada Mahkamah Agung, ditetapkan dengan Keputusan Presiden atas usul Mahkamah
Agung. 18. Pasal 26 dan Pasal 27 dihapus.
19. Ketentuan Pasal 30 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut: Pasal 30
(1) Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi
membatalkan putusan atau penetapan pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan
peradilan karena:
(2)
(3)
(4) a. tidak berwenang atau melampaui batas wewenang; b.
salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku; c. lalai memenuhi
syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam
kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan. Dalam sidang
permusyawaratan, setiap hakim agung wajib menyampaikan pertimbangan atau
pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dari putusan. Dalam hal sidang permusyawaratan tidak
dapat dicapai mufakat bulat, pendapat hakim agung yang berbeda wajib dimuat
dalam putusan. Pelaksanaan lebih lanjut ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan ayat (3) diatur oleh Mahkamah Agung.
20. Ketentuan Pasal 31 diubah
sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 31
(1) (2)
(3)
(4) (5) Mahkamah Agung mempunyai wewenang menguji
peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang.
Mahkamah Agung menyatakan tidak sah peraturan perundang-undangan di bawah
undang-undang atas alasan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi atau pembentukannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku. Putusan
mengenai tidak sahnya peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dapat diambil baik berhubungan dengan pemeriksaan pada tingkat kasasi
maupun berdasarkan permohonan langsung pada Mahkamah Agung. Peraturan
perundang-undangan yang dinyatakan tidak sah sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) wajib dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia dalam jangka waktu
paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak putusan diucapkan.
21. Diantara Pasal 31 dan Pasal 32 disisipkan 1
(satu) pasal baru yakni Pasal 31A
yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 31A
(1) (2) Permohonan pengujian peraturan
perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang diajukan
langsung oleh pemohon atau kuasanya kepada Mahkamah Agung, dan dibuat secara
tertulis dalam bahasa Indonesia. Permohonan sekurang-kurangnya harus memuat: a.
nama dan alamat pemohon; b. uraian mengenai perihal yang menjadi dasar
permohonan, dan wajib menguraikan dengan jelas bahwa: 1) materi muatan ayat,
pasal, dan/atau bagian peraturan perundang-undangan dianggap bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; dan/atau
2) pembentukan peraturan perundang-undangan tidak memenuhi
ketentuan yang berlaku.
(3) (4) (5) (6)
c. hal-hal yang diminta untuk diputus.
Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa pemohon atau
permohonannya tidak memenuhi syarat, amar putusan menyatakan permohonan tidak
diterima. Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa permohonan beralasan, amar
putusan menyatakan permohonan dikabulkan. Dalam hal permohonan dikabulkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), amar putusan menyatakan dengan tegas materi
muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari peraturan perundang-undangan
yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dalam
hal peraturan perundang-undangan tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau tidak bertentangan dalam
pembentukannya, amar putusan menyatakan permohonan ditolak. (7) Ketentuan lebih
lanjut mengenai pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang
diatur oleh Mahkamah Agung. 22. Ketentuan Pasal 35 diubah
sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 35
Mahkamah Agung memberikan pertimbangan hukum kepada Presiden
dalam permohonan grasi dan rehabilitasi. 23. Diantara Pasal 45 dan
Paragraf 2 tentang Peradilan Umum disisipkan 1 (satu) pasal baru yakni Pasal
45A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 45 (1)
(2) Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi mengadili perkara
yang memenuhi syarat untuk diajukan kasasi, kecuali perkara yang oleh
Undang-Undang ini dibatasi pengajuannya. Perkara yang dikecualikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. putusan tentang praperadilan; b.
perkara pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
dan/atau diancam pidana denda; c. perkara tata usaha negara yang objek
gugatannya berupa keputusan pejabat daerah yang jangkauan keputusannya berlaku
di wilayah daerah yang bersangkutan. (3)
(4) (5) Permohonan kasasi terhadap perkara
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau permohonan kasasi yang tidak memenuhi
syarat-syarat formal, dinyatakan tidak dapat diterima dengan penetapan ketua
pengadilan tingkat pertama dan berkas perkaranya tidak dikirimkan ke Mahkamah
Agung. Penetapan ketua pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
dapat diajukan upaya hukum. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dan ayat (4) diatur lebih lanjut oleh Mahkamah Agung. 24.
Diantara Pasal 80 dan Bab VII mengenai Ketentuan Penutup disisipkan 3 (tiga)
pasal baru yakni Pasal 80A, Pasal 80B, dan Pasal 80C yang berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 80A
Sebelum Komisi Yudisial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (2) terbentuk, pengajuan calon hakim agung dilakukan oleh Mahkamah Agung
untuk mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dan selanjutnya
ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.
Pasal 80 B
Jabatan kepaniteraan Mahkamah Agung yang dijabat oleh hakim
harus disesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini paling lambat 5 (lima)
tahun sejak Undang-Undang ini berlaku
Pasal 80 C
Ketentuan mengenai pembinaan personel militer pada
kepaniteraan Mahkamah Agung dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai personel militer.
25. Dalam Bab VII Ketentuan Penutup ditambah 1 (satu) pasal
baru yakni Pasal 81 A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 81 A
Anggaran Mahkamah Agung dibebankan pada mata anggaran
tersendiri dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pasal II
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 15 Januari 2004
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta pada tanggal
15 Januari 2004
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK
INDONESIA,
ttd
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 9
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 2004
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14
TAHUN 1985
TENTANG MAHKAMAH AGUNG
I. UMUM
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa Mahkamah Agung dan badan peradilan di
bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan
peradilan tata usaha negara adalah pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka, di
samping Mahkamah Konstitusi, untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
hukim dan keadilan. Selain itu, ditentukan pula Mahkamah Agung mempunyai
wewenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di
bawah undang-undang, dan kewenangan lainnya yang diberikan oleh undang-undang.
Kekuasaan kehakiman yang merdeka
merupakan salah satu prinsip penting bagi Indonesia sebagai suatu negara hukum.
Prinsip ini menghendaki kekuasaan kehakiman yang bebas dari campur tangan pihak
manapun dan dalam bentuk apapun, sehingga dalam menjalankan tugas dan
kewajibannya ada jaminan ketidakberpihakan kekuasaan kehakiman kecuali terhadap
hukum dan keadilan. Guna memperkukuh arah perubahan penyelenggaraan kekuasaan
kehakiman yang telah diletakkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, perlu dilakukan penyesuaian atas berbagai undang-undang yang
mengatur kekuasaan kehakiman.
Undang-Undang ini memuat perubahan
terhadap berbagai substansi UndangUndang Nornor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung. Perubahan tersebut, di samping guna disesuaikan dengan arah kebijakan
yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, juga didasarkan atas Undang-undang mengenai kekuasaan kehakiman baru yang
menggantikan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Kekuasaan Kehakiman sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 35
Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
Berbagai substansi perubahan dalam
Undang-Undang ini antara lain tentang penegasan kedudukan Mahkamah Agung
sebagai pelaku kekuasaan kehakiman, syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi
hakim agung, serta beberapa substansi yang menyangkut hukum acara, khususnya
dalam melaksanakan tugas dan kewenangan dalam memeriksa dan memutus pada
tingkat kasasi serta dalam melakukan hak uji terhadap peraturan
perundang-undangan di bawah undang-undang. Dalam Undang-Undang ini diadakan
pembatasan terhadap perkara yang dapat dimintakan kasasi kepada Mahkamah Agung.
Pembatasan ini di samping dimaksudkan untuk mengurangi kecenderungan setiap
perkara diajukan ke Mahkamah Agung sekaligus dimaksudkan untuk mendorong
peningkatan kualitas putusan pengadilan tingkat pertama dan pengadilan tingkat
banding sesuai dengan nilai-nilai hukum dan keadilan dalam masyarakat.
Dengan bertambahnya ruang lingkup
tugas dan tanggung jawab Mahkamah Agung antara lain di bidang pengaturan dan
pengurusan masalah organisasi, administrasi, dan finansial badan peradilan di
bawah Mahkamah Agung, maka organisasi Mahkamah Agung perlu dilakukan pula
penyesuaian.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal I
Angka 1
Pasal 1 Cukup jelas.
Angka 2
Pasal 4
Cukup jelas.
Angka 3
Pasal 5Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Pengkhususan bidang hukum
tertentu d isesuaikan dengan kebutuhan, ketua muda perdata misalnya dapat
terdiri dan ketua muda hukum perdata urnum dan ketua muda hukurn adal. Ketua
muda hukum pidana dapat terdiri dan ketua muda hukum pidana umum dan ketua muda
hukum pidana khusus. Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Angka 4
Pasal 7
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf cYang dimaksud dengan “sarjana lain” dalam ketentuan mi adalah sarjana syariah dan sarjana ilmu kepolisian.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “sarjana lain”, lihat penjelasan ayat (1) huruf c.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (3)Hakim agung ad hoc antara lain hakim agung ad hoc hak asasi manusia berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia dan hakim agung ad hoc dalam perkara tindak pidana korupsi berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Angka 5
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Yang dirnaksud dengan “hari
sidang” dalam ketentuan ini tidak termasuk masa reses.Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)Cukup jelas.Ayat (6)
Cukup jelas.
Angka 6Pasal 9 Cukup jelas.
Angka 7
Pasal 11
Ayat (1)
Huruf a
Cukup j elas. Huruf b
Cukup jelas. Huruf c
Cukup jelas. Huruf d
Yang dimaksud dengan “sakit jasmani
dan rohani secara terus menerus” dalam ketentuan ini adalah kondisi kesehatan
yang menyebabkan yang bersangkutan tidak mampu lagi menjalankan tugasnya dengan
baik. Huruf e
Yang dimaksud dengan “tidak cakap
dalam melaksanakan tugasnya” adalah misalnya yang bersangkutan melakukan
kesalahan besar dalam menjalankan tugasnya.Ayat (2) Yang dimaksud dengan “prestasi kerja luar ,biasa” dalam ketentuan ini, diatur dalam ketentuan Mahkamah Agung sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Angka 8
Pasal 12
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas. Huruf b
Yang dimaksud dengan “perbuatan
tercela” adalah perbuatan atau sikap, baik di dalam maupun di luar pengadilan
yang dapat merendahkan martabat hakim. Huruf c
Cukup jelas. Huruf d
Cukup jelas. Huruf e
Yang dimaksud dengan “Pasal 10” dalam
ketentuan ini adalah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Angka 9Pasal 13
Ayat (1)
Selama pemberhentian sementara, Hakim
Agung yang bersangkutan tidak dapat menangani perkara. Ayat (2)
Cukup jelas.
Angka 10
Pasal 18
Cukup jelas.
Angka 11
Pasal 19
Cukup jelas.
Angka 12
Pasal 20
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.Huruf bCukup jelas.
Huruf c
Lihat penjelasan Pasal 7 ayat (1)
huruf c. Huruf d
Cukup jelas. Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 13
Pasal 21
Cukup jelas.
Angka 14
Pasal 22
Cukup jelas.
Angka 15
Pasal 24A
Cukup jelas.
Angka 16 Cukup jelas.
Angka 17
Pasal 25
Cukup jelas.
Angka 18 Cukup jelas.
Angka 19
Pasal 30
Ayat (1)Dalam memeriksa perkara, Mahkamah Agung berkewajiban menggali, mengikuti, dan memahami rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Ayat (2)
Cukup jelas. Ayat (3)
Cukup jelas. Ayat (4)
Cukup jelas.
Angka 20
Pasal 31
Cukup jelas.
Angka 21
Pasal 31A
Cukup jelas.
Angka 22
Pasal 35
Cukup jelas.
Angka 23Pasal 45A
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas. Huruf b
Cukup jelas. Huruf c
Dalam ketentuan ini tidak termasuk keputusan pejabat tata usaha negara yang berasal dari kewenangan yang tidak diberikan kepada daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Angka 24
Pasal 80 A
Cukup jelas.
Pasal 80 B
Cukup jelas.
Pasal 80 C
Cukup jelas.
Angka 25
Pasal 81 A
Cukup jelas.
Pasal II
Cukup jelas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar