Kiat-Kiat Memiliki Anak Shalih
Sesungguhnya
Allah Ta’ala telah memberikan banyak nikmat yang sangat besar atas
hamba-hambaNya , dan diantara nikmat tersebut adalah anak yang shalih, ia
merupakan amalan shalih bagi kedua orang tuanya semasa hidup dan setelah mereka
meninggal, sebagaimana yang dikabarkan oleh Nabi shallallahu dari hadits Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu:
“jika
seorang hamba telah meninggal dunia maka terputuslah seluruh amalannya kecuali
tiga perkara : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shalih yang
mendoakannya” (riwayat Muslim no.1631)
Oleh
karena itu para nabi dan orang-orang shalih terdahulu memiliki perhatian khusus
dalam perkara ini, karena didalamnya terdapat kebaikan yang sangat besar.
Allah
Ta’ala berfirman menghikayatkan tentang keadaan mereka :
“Di
sanalah Zakariya berdo’a kepada Tuhannya seraya berkata: “Ya Tuhanku, berilah
aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar
do’a”. (Ali-Imran : 38)
Juga
firmanNya :
“Dan orang
orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugeraahkanlah kepada kami, isteri-isteri
kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam
bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al-Furqaan : 74)
Sudah
sepantasnya bagi kita untuk turut berusaha dan memperhatikan hal ini, dan
diantara kiat-kiat untuk memiliki anak yang shalih sebagai berikut :
1. Berdoa
kepada Allah agar diberikan keturunan yang shalih
Karena
Allah Ta’ala telah memerintahkan hamba-hambaNya untuk berdoa dan meminta
kepadaNya, serta memberi jaminan akan mengabulkan doa mereka :
“Dan
Tuhanmu berfirman: “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.
Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari berdoa kepada-Ku
akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina”. (Al-Mu’min : 60).
2.
Memperbaiki diri sendiri
Allah
Ta’ala berfirman :
“Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (At-Tahrim : 6)
Allah
Ta’ala memerintahkan diri kita terlebih dahulu agar terhindar dari api neraka
kemudian keluarga kita, dan baiknya ayah dan ibu merupakan sebab yang sangat
berpengaruh terhadap seorang anak karena mereka adalah panutan bagi
anak-anaknya, dan anak-anak akan mengikuti dan mencontohi kedua orang tuanya,
anak laki-laki akan mencontohi ayahnya dan anak perempuan akan mencontohi
ibunya, Allah Ta’ala berfirman :
“Dan
orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam
keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada
mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan
apa yang dikerjakannya.” (Ath-Thuur : 21)
3. Memilih
istri yang Shalehah atau suami yang shalih.
Barangsiapa
yang ingin memiliki hasil panen yang baik dan berkualitas maka hendaknya ia
mencari tanah yang baik dan berkualitas pula. Diantara hikmah yang besar dari
sebuah pernikahan adalah untuk menghasilkan keturunan yang shalih yang hanya
menyembah Allah Ta’ala dan berbakti kepada kedua orang tuanya.
Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Wanita
itu dinikahi karena empat perkara : karena harta, nasab, kecantikan dan agamanya,
maka pilihlah yang memiliki agama pasti kalian akan beruntung.” (riwayat
Al-Bukhary no.5090 dan Muslim no.1466).
Juga
sabdanya :
“Maukah
aku beritahukan kepada kalian sesuatu yang paling baik dimiliki oleh seseorang?
: wanita shalihah.”
(riwayat
Al-Hakim dalam Al-Mustadrak 2/363 no.3281 dari hadits Ibnu Abbas radhiyallahu
‘anhu)
Demikian
pula sebaliknya, seorang wanita mencari dan memilih suami yang shalih.
Tentunya
yang berperan penting dalam hal ini adalah kedua orang tua si wanita, merekalah
yang akan menjadi sebab terwujudnya keturunan shalih yang akan keluar dari
rahim putrinya, oleh karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menasehatkan
dan mewasiatkan kepada kedua orang tua agar memilih bagi putri mereka seorang
pria yang shalih
Dari
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Jika
orang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya datang melamar, maka nikahkanlah
ia (dengan anak perempuan kalian), jika kalian tidak melakukannya, maka akan
terjadi fitnah dan kerusakan yang besar di bumi.” (riwayat At-Tirmidziy no.1084
dan Ibnu Majah no.1967).
Demikianlah
tuntunan yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi salam dalam memilih calon
menantu, yang dilihat adalah agama dan akhlaknya walaupun ia datang tanpa kendaraan
dan pakaian yang mewah, karena harta yang banyak tidaklah bermanfaat jika
pemiliknya adalah seorang yang tidak memiliki agama dan berakhlak buruk.
4. Membaca
doa sebelum melakukan hubungan suami istri
Berdoa
sebelum melakukan hubungan suami istri diantara sebab yang membantu untuk
mendapatkan keturunan yang shalih, sebagaimana sabda Nabi shalallahu ‘alaihi
wasallam dalam hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu :
“jika
salah seorang diantara kalian membaca :
باسم الله, اللهم جنَبْنا الشيطان, و
جنَبِ الشيطان ما رزقْتَنا
“Bismillah,
ya Allah jauhkanlah setan dari kami, dan jauhkanlah setan dari rizki yang
engkau berikan kepada kami”, maka keduanya diberikan seorang anak yang tidak
akan di ganggu oleh setan selama-lamanya.” (riwayat Al-Bukhariy no.141 dan Muslim
no.1434).
Yang
dimaksud dengan kalimat “tidak akan diganggu oleh setan” adalah anak itu tidak
terfitnah sehingga keluar dari agamanya menuju kekufuran dan tidak dimaksud
dengannya ia maksum dari berbuat maksiat, hal ini sebagaimana yang disebutkan
oleh Al-Hafidh Ibnu Hajar dalam Fathul Baary (9/285-286).
5.
Mendidik anak dengan amalan shalih
Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Perintahkanlah
anak kecil untuk shalat ketika ia berumur tujuh tahun, dan jika ia berumur
sepuluh tahun maka pukullah (kalau ia meninggalkan shalat).” (riwayat Abu Dawud
no.494 dan At-Tirmdziy no.407 dan berkata : “ini dalah hadits yang hasan”).
Berkata
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah tatkala mengomentari hadits ini :
“para ahli
fiqih mengatakan : demikian pula puasa, agar hal itu menjadi latihan baginya
untuk mengerjakan ibadah, supaya nantinya ia tumbuh dewasa dalam keadaan
senantiasa di atas peribadahan dan ketaatan, dan menjauhi kemaksiatan dan
meninggalkan kemungkaran, hanya Allah yang memberi taufik” (tafsir Ibnu
Katsir 8/167 tafsir surah At-Tahriim : 6).
Wallahu
Ta’ala a’lam bishshawaab. (MT)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar