Yuk, Mencermati Rambu-rambu Pegawai Mahkamah Agung
Memuat 11 kewajiban dan 11 larangan. Pegawai yang dikenai sanksi dapat dipublikasikan di media massa.
“Belum,” jawab pegawai tadi, “Itu aturan kapan? Dalam bentuk apa?”
Keputusan Sekretaris MA Nomor 008-A/SEK/SK/I/2012
tentang Aturan Perilaku Pegawai Mahkamah Agung RI ditetapkan pada 6
Januari 2012. SK itu sudah pernah dipublikasikan di situs MA dan dapat
diunduh oleh seluruh warga peradilan.
“Dalam rangka melaksanakan tugas pokok
dan fungsi MA diperlukan pegawai yang berintegritas dan menjunjung
tinggi prinsip-prinsip pelaksanaan tugas pemerintahan yang baik (good
governance),” kata Sekretaris MA Nurhadi, pada diktum pertimbangan SK
tersebut.
Yang disebut sebagai pegawai dalam SK
tersebut adalah PNS, CPNS dan tenaga honorer di MA dan badan peradilan
di bawahnya. Sementara itu, yang dimaksud dengan aturan perilaku adalah
pedoman tertulis yang mencakup norma-norma perilaku yang wajib dipatuhi
dan dilaksanakan oleh pegawai MA, baik dalam rangka melaksanakan tugas
pokok dan fungsi MA maupun dalam pergaulan sehari-hari.
Dinyatakan di Pasal 2 bahwa aturan
perilaku ini bertujuan untuk menjaga citra dan kredibilitas MA dan badan
peradilan di bawahnya melalui penciptaan tata kerja yang jujur dan
transparan sehingga dapat mendorong peningkatan kinerja serta
keharmonisan hubungan antar pribadi, baik di dalam maupun di luar
lingkungan MA.
Ada enam nilai dasar yang melandasi SK
ini, yaitu transparansi, akuntabilitas, kemandirian, integritas,
profesionalisme dan religiusitas. Adapun kewajiban dan larangan yang
dibebankan kepada seluruh pegawai MA dan badan peradilan di bawahnya
adalah sebagai berikut:
Kewajiban |
Larangan |
Mentaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan
yang berlaku khususnya yang terkait dengan tugas pokok dan fungsi MA |
Menyalahgunakan wewenang sebagai pegawai dengan tujuan untuk memperkaya/ menguntungkan diri sendiri/orang lain |
Bekerja dengan jujur, cermat, bersemangat dan bertanggung jawab |
Melakukan perbuatan koruosi, kolusi dan nepotisme |
Memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada stakeholders MA menurut bidang tugas masing-masing |
Melakukan tindakan yang dapat berakibat merugikan stakeholders MA |
Melaksanakan perintah kedinasan yang diberikan oleh atasan yang berwenang |
Terlibat dalam kegiatan yang bertentangan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum dan/atau kesusilaan |
Mentaati ketentuan jam kerja |
Menjadi simpatisan atau anggota atau pengurus partai politik |
Memelihara barang-barang milik negara sesuai dengan tanggung jawabnya masing-masing |
Melakukan kegiatan yang mengakibatkan pertentangan kepentingan (conflict of interest) |
Berpakaian rapi dan sopan dan mengenakan tanda pengenal dalam lingkungan kerja |
Melakukan penyimpangan prosedur dan/atau menerima hadiah atau imbalan
dalam bentuk apapun dari pihak manapun yang diketahui atau patut
diduga bahwa pemberian itu bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan
pegawai/pejabat yang bersangkutan |
Bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap sesama pegawai dan atasan |
Memanfaatkan barang-barang, uang atau surat-surat berharga milik negara tidak sesuai dengan peruntukannya |
Menindaklanjuti setiap pengaduan dan/atau dugaan pelanggaran kode etik |
Membuat, mengkonsumsi, memperdagangkan dan/atau mendistribusikan
segala bentuk narkotika dan/atau minuman keras dan atau obat-obatan
psikotropika dan/atau barang terlarang lainnya secara ilegal |
Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik |
Memanfaatkan rahasia negara dan/atau rahasia jabatan untuk kepentingan pribadi, golongan atau pihak lain |
Menjaga nama baik korps pegawai dan institusi MA |
Membedakan suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat |
Dapat diumumkan di media massa
Pegawai yang melanggar aturan perilaku
ini dapat dikenai sanksi. Ada dua jenis sanksi yang diancamkan, yakni
sanksi moral dan sanksi disiplin. Sanksi moral berupa permohonan maaf
secara lisan dan/atau tertulis atau pernyataan penyesalan. Sedangkan
sanksi disiplin mengacu kepada PP Nomor 53 Tahun 2010.
Pejabat yang berwenang menjatuhkan
sanksi adalah Sekretaris MA atau pejabat lain yang ditunjuk. Sanksi
moral ditetapkan dengan surat keputusan oleh pejabat yang berwenang yang
memuat pelanggaran aturan perilaku yang dilakukan.
Penyampaian sanksi moral dapat dilakukan
secara tertutup atau terbuka. Penyampaian sanksi moral secara tertutup
disampaikan oleh pejabat yang berwenang dalam ruang tertutup yang hanya
diketahui pegawai yang bersangkutan dan pejabat lain yang terkait dengan
syarat pangkat pejabat tersebut tidak boleh rendah dari pegawai yang
dijatuhi sanksi.
Sementara itu, penyampaian sanksi moral
secara terbuka dapat dilakukan melalui forum pertemuan resmi PNS,
upacara bendera, papan pengumuman, media massa dan forum lain yang
dipandang perlu.
Dalam hal pegawai yang dikenai sanksi
moral tidak bersedia mengajukan permintaan maaf secara lisan dan/atau
tertulis atau membuat pernyataan penyesalan, yang bersangkutan dapat
dijatuhi hukuman disiplin ringan berdasarkan PP 53/2010.
Majelis Aturan Perilaku
SK ini juga mengamanatkan terbentuknya
Majelis Aturan Perilaku (MAP). Majelis ini dibentuk tiap terjadi
pelanggaran aturan perilaku. Jumlah anggota majelis ini harus ganjil
yang terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang sekretaris
merangkap anggota, dan sekurang-kurangnya tiga orang anggota. Jabatan
dan pangkat anggota MAP tidak lebih rendah dari jabatan dan pangkat
pejabat/pegawai yang diperiksa.
MAP diberi wewenang untuk memberikan
rekomendasi jenis sanksi yang akan diberikan terhadap pegawai yang
melakukan pelanggaran. Rekomendasi itu lantas dipakai pejabat yang
berwenang untuk menjatuhkan sanksi kepada pegawai yang melanggar aturan
perilaku.
So, sudah cukup paham rambu-rambu untuk pegawai MA, kan?
(hermansyah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar