Selasa, 27 November 2012

PERNIKAHAN DINI



PERNIKAHAN DINI

PENGERTIAN PERNIKAHAN
  • Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pengertian pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
  • Batas usia yang diizinkan dalam suatu perkawinan menurut UU Pernikahan ini diatur dalam pasal 7 ayat (1) yaitu, jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun, dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun. Jika ada penyimpangan terhadap pasal 7 ayat (1) ini, dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun wanita (pasal 7 ayat 2).
  • Pernikahan dalam islam ialah suatu akad atau perjanjian mengikat antara seorang laki-laki dan perempuan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak dengan sukarela dan kerelaan kedua belah pihak merupakan suatu kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang dan ketentraman (sakinah) dengan cara-cara diridhoi Allah SWT. (Ihsan, 2008).
  • Pernikahan adalah hubungan (akad) antara laki-laki dan perempuan dengan maksud agar masing-masing dapat menikmati yang lain (istimtaa’) dan untuk membentuk keluarga yang sakinah dan membangun masyarakat yang bersih (Utsaimin, 2009).

TUJUAN PERNIKAHAN
  • Untuk memenuhi tuntunan hajat tabiat kemanusiaan, berhubungan antara laki-laki dan perempuan dalam ikatan perkawinan untuk membentuk keluarga yang tenteram (sakinah), cinta kasih (mawaddah) dan penuh rahmat, agar dapat melahirkan keturunan yang sholeh dan berkualitas menuju terwujudnya rumah tangga bahagia (Ihsan, 2008).

MANFAAT PERNIKAHAN MENURUT ISLAM
  1. Melaksanakan perkawinan merupakan salah satu ibadah bagi umat islam.
  2. Dapat terpelihara dari perbuatan maksiat.
  3. Dapat terbentuk suatu rumah tangga yang bahagia, damai, tentram serta kekal disertai rasa kasih sayang antar suami istri.
  4. Dapat diperoleh garis keturunan yang syah, jelas dan bersih, demi kelangsungan hidup dalam keluarga dan masyarakat.
  5. Dapat terlaksakannya pergaulan hidup antara seseorang atau kelompok secara teratur, terhormat dan halal, sesuai dengan kedudukan manusia sebagai makhluk yang terhormat diantara makhluk-makhluk Allah yang lain (Ihsan, 2008).

PENGERTIAN PERNIKAHAN DINI
  • Pernikahan dini yaitu merupakan intitusi agung untuk mengikat dua insan lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan keluarga (Lutfiati, 2008).
  • Pernikahan dini adalah pernikahan di bawah usia yang seharusnya belum siap untuk melaksanakan pernikahan (Nukman, 2009).

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERNIKAHAN DINI
  • Ada dua faktor penyebab terjadinya pernikahan dini pada kalangan remaja, yaitu sebab dari anak dan dari luar anak.
1. Sebab dari Anak. 

a. Faktor Pendidikan.
  • Peran pendidikan anak-anak sangat mempunyai peran yang besar. Jika seorang anak putus sekolah pada usia wajib sekolah, kemudian mengisi waktu dengan bekerja. Saat ini anak tersebut sudah merasa cukup mandiri, sehingga merasa mampu untuk menghidupi diri sendiri.
  • Hal yang sama juga jika anak yang putus sekolah tersebut menganggur. Dalam kekosongan waktu tanpa pekerjaan membuat mereka akhirnya melakukan hal-hal yang tidak produktif. Salah satunya adalah menjalin hubungan dengan lawan jenis, yang jika diluar kontrol membuat kehamilan di luar nikah.
b. Faktor telah melakukan hubungan biologis.
  • Ada beberapa kasus, diajukannya pernikahan karena anak-anak telah melakukan hubungan biologis layaknya suami istri. Dengan kondisi seperti ini, orang tua anak perempuan cenderung segera menikahkan anaknya, karena menurut orang tua anak gadis ini, bahwa karena sudah tidak perawan lagi, dan hal ini menjadi aib.
  • Tanpa mengenyampingkan perasaan dan kegalauan orang tua, hal ini sebuah solusi yang kemungkinan di kemudian hari akan menyesatkan anak-anak. Ibarat anak sudah melakukan suatu kesalahan yang besar, bukan memperbaiki kesalahan tersebut, tetapi orang tua justru membawa anak pada suatu kondisi yang rentan terhadap masalah. Karena sangat besar di kemudian hari perkawinan anak-anak tersebut akan dipenuhi konflik.
c. Hamil sebelum menikah
  • Jika kondisi anak perempuan itu telah dalam keadaan hamil, maka orang tua cenderung menikahkan anak-anak tersebut. Bahkan ada beberapa kasus, walau pada dasarnya orang tua anak gadis ini tidak setuju dengan calon menantunya, tapi karena kondisi kehamilan si gadis, maka dengan terpaksa orang tua menikahkan anak gadis tersebut.
  • Bahkan ada kasus, justru anak gadis tersebut pada dasarnya tidak mencintai calon suaminya, tapi karena terlanjur hamil, maka dengan sangat terpaksa mengajukan permohonan dispensasi kawin.
  • Ini semua tentu menjadi hal yang sangat dilematis. Baik bagi anak gadis, orang tua bahkan hakim yang menyidangkan. Karena dengan kondisi seperti ini, jelas-jelas perkawinan yang akan dilaksanakan bukan lagi sebagaimana perkawinan sebagaimana yang diamanatkan UU bahkan agama. Karena sudah terbayang di hadapan mata, kelak rona perkawinan anak gadis ini kelak. Perkawinan yang dilaksanakan berdasarkan rasa cinta saja kemungkinan di kemudian hari bisa goyah, apalagi jika perkawinan tersebut didasarkan keterpaksaan.

2. Sebab dari luar Anak

a. Faktor Pemahaman Agama.
  • Ada sebagian dari masyarakat kita yang memahami bahwa jika anak menjalin hubungan dengan lawan jenis, telah terjadi pelanggaran agama. Dan sebagai orang tua wajib melindungi dan mencegahnya dengan segera menikahkan anak-anak tersebut.
  • Ada satu kasus, dimana orang tua anak menyatakan bahwa jika anak menjalin hubungan dengan lawan jenis merupakan satu: “perzinahan”. Oleh karena itu sebagai orang tua harus mencegah hal tersebut dengan segera menikahkan. Saat mejelis hakim menanyakan anak wanita yang belum berusia 16 tahun tersebut, anak tersebut pada dasarnya tidak keberatan jika menunggu dampai usia 16 tahun yang tinggal beberapa bulan lagi. Tapi orang tua yang tetap bersikukuh bahwa pernikahan harus segera dilaksanaka. Bahwa perbuatan anak yang saling suka sama suka dengan anak laki-laki adalah merupakan “zina”. Dan sebagai orang tua sangat takut dengan azab membiarkan anak tetap berzina
b. Faktor ekonomi.
  • Kita masih banyak menemui kasus-kasus dimana orang tua terlilit hutang yang sudah tidak mampu dibayarkan. Dan jika si orang tua yang terlilit hutang tadi mempunyai anak gadis, maka anak gadis tersebut akan diserahkan sebagai “alat pembayaran” kepada si piutang. Dan setelah anak tersebut dikawini, maka lunaslah hutang-hutang yang melilit orang tua si anak.
c. Faktor adat dan budaya.
  • Di beberapa belahan daerah di Indonesia, masih terdapat beberapa pemahaman tentang perjodohan. Dimana anak gadisnya sejak kecil telah dijodohkan orang tuanya. Dan akan segera dinikahkan sesaat setelah anak tersebut mengalami masa menstruasi. Padahal umumnya anak-anak perempuan mulai menstruasi di usia 12 tahun. Maka dapat dipastikan anak tersebut akan dinikahkan pada usia 12 tahun, jauh di bawah batas usia minimum sebuah pernikahan yang diamanatkan UU. (Ahmad, 2009)

DAMPAK PERNIKAHAN DINI
  • Resiko pernikahan dini berkait erat dengan beberapa aspek, sebagai berikut :
1. Segi kesehatan
  • Dilihat dari segi kesehatan, pasangan usia muda dapat berpengaruh pada tingginya angka kematian ibu yang melahirkan, kematian bayi serta berpengaruh pada rendahnya derajat kesehatan ibu dan anak.
  • Menurut ilmu kesehatan, bahwa usia yang kecil resikonya dalam melahirkan adalah antara usia 20-35 tahun, artinya melahirkan pada usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun mengandung resiko tinggi. Ibu hamil usia 20 tahun ke bawah sering mengalami prematuritas (lahir sebelum waktunya) besar kemungkinan cacat bawaan, fisik maupun mental , kebutaan dan ketulian.
2. Segi fisik
  • Pasangan usia muda belum mampu dibebani suatu pekerjaan yang memerlukan keterampilan fisik, untuk mendatangkan penghasilan baginya, dan mencukupi kebutuhan keluarganya. Faktor ekonomi adalah salah satu faktor yang berperan dalam mewujudkan dalam kesejahteraan dan kebahagiaan rumah tangga. Generasi muda tidak boleh berspekulasi apa kata nanti, utamanya bagi pria, rasa ketergantungan kepada orang tua harus dihindari.
3. Segi mental/jiwa
  • Pasangan usia muda belum siap bertanggung jawab secara moral, pada setiap apa saja yang merupakan tanggung jawabnya. Mereka sering mengalami kegoncangan mental, karena masih memiliki sikap mental yang labil dan belum matang emosinya.
4. Segi pendidikan
  • Pendewasaan usia kawin ada kaitannya dengan usaha memperoleh tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan persiapan yang sempurna dalam mengarungi bahtera hidup.
5. Segi kependudukan
  • Perkawinan usia muda di tinjau dari segi kependudukan mempunyai tingkat fertilitas (kesuburan) yang tinggi, sehingga kurang mendukung pembangunan di bidang kesejahteraan.
6. Segi kelangsungan rumah tangga
  • Perkawinan usia muda adalah perkawinan yang masih rawan dan belum stabil, tingkat kemandiriannya masih rendah serta menyebabkan banyak terjadinya perceraian (Ihsan, 2008).

DAFTAR PUSTAKA

  1. Alimul, Aziz. 2009. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Rineka Cipta.
  2. Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.
  3. Ahmad. (2009). Pernikahan Dini Masalah Kita Bersama. http://pa-bantul.net. Diakses 29 Maret 2010.
  4. Alfiyah. (2010). Faktor-faktor Pernikahan Dini. http://alfiyah23.student.um.ac.id. Diakses 28 Maret 2010.
  5. Budiarto, Eko (2003) Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta. EGC.
  6. Effendy, N. (2004). Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta:EGC.
  7. Ihsan. (2008). Tuntunan Praktis Rumah Tangga Bahagia. Surabaya. BP-4 Jatim.
  8. Lutfiati. (2008). Pernikahan Dini Pada Kalangan Remaja (15-19 tahun). http://nyna0626.blogspot.com. Diakses 4 April 2010.
  9. Lany. (2008). Mengatasi Masalah Pernikahan Dini. http://www.solutionexchange.or.id. Diakses 5 April 2010.
  10. Lubis. (2008). Keputusan Menikah Dini. http://wargasos08yess.blogspot.com. Diakses 3 April 2010.
  11. Mubarok. (2007). Promosi Kesehatan Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar Dalam Pendidikan. Yogyakarta. Graha Ilmu.
  12. Notoatmodjo. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
  13. Notoatmodjo. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.
  14. Nugroho. (2008). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta. EGC.
  15. Nukman. (2009). Yang Dimaksud Pernikahan Dini. http://www.ilhamuddin.co.cc. Akses 28 Maret 2010.
  16. Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian. Jakarta : Salemba Medika.
  17. Sugiyono. (2006). Statistik Untuk Penelitian. Alfabeta : Bandung.
  18. Utsaimin. (2009). Dasar Hukum Hidup Berumah Tangga. Surabaya. Risalah Hati.

Diposkan oleh dr. Suparyanto, M.Kes di 06:58 http://img1.blogblog.com/img/icon18_email.gif Minggu, 20 Februari 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar